NUNUKAN – Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan (KPPBC) Nunukan, Kalimantan Utara, melakukan penandatanganan nota kesepahaman custom on board digital information (CODI), dengan para agen kapal jurusan Nunukan – Tawau, Malaysia, Jumat (17/5/2024).
Kesepakatan tersebut, menjadi langkah antisipasi KPPBC Nunukan terhadap potensi komplain atas pengenaan pajak bagi pembelanjaan barang dari luar negeri, dengan nilai diatas 500 USD atau Rp 7,5 juta.
‘’Sebenarnya langkah untuk kerja sama dengan para agen kapal Nunukan – Tawau ini sudah lama saya wacanakan. Tapi keduluan kasus kasus viral yang saat ini menjadi polemik dan sorotan nasional itu,’’ ujar Kepala KPPBC Nunukan, Danang Seno Bintoro.
Harus diakui, kata Danang, KPPBC Nunukan kurang melakukan sosialisasi tentang tarif cukai barang luar negeri yang masuk.
Meski ada sosialisasi intens, seperti ke sekolah sekolah, tapi hal tersebut dianggap sekedar edukasi yang hanya menjadi pengetahuan umum, namun nihil praktek, yang ujungnya berpotensi miskomunikasi.
‘’Dan sasarannya kurang tepat. Seharusnya langsung menyasar pada agen kapal dan para penumpang, sehingga polemik seperti yang terjadi saat ini, tidak perlu terjadi,’’ jelasnya.
Danang, kemudian menginisiasi untuk bekerja sama dengan para agen kapal jurusan Malaysia.
Ia melihat, di setiap kapal, terdapat layar TV yang bisa dimanfaatkan sebagai media edukasi dan informasi terkait pengenaan pajak cukai.
KPPBC Nunukan akan meminta agen kapal menayangkan video sosialisasi aturan cukai, sepuluh menit sebelum kapal berlayar.
‘’Setidaknya penumpang yang akan berangkat ke Malaysia, atau akan masuk ke Indonesia/Nunukan, sudah faham apa yang harus dilakukan dengan barang belanjaan mereka yang harganya diatas 500 USD/Rp 7,5 juta. Jadi tidak terjadi miskomunikasi, dan keributan yang tidak perlu,’’ tegasnya.
Selain itu, KPPBC Nunukan segera melakukan kerja sama dengan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, menimbang banyak pekerja migran yang dideportasi melalui Pelabuhan Tunon Taka Nunukan.
KPPBC Nunukan akan memberi pembekalan terkait kepabeanan, dan mewanti wanti ada pembayaran cukai ketika para pekerja migran pulang ke Indonesia, dengan barang luar negeri dengan nilai lebih dari 500 USD.
‘’PR kami adalah biasanya para pekerja migran kita tidak memiliki ATM. Jadi ketika ada barang yang dikenai cukai akan kesulitan dalam melakukan transaksi pembayaran. Kita akan permudah hal tersebut,’’ imbuhnya.
Danang menegaskan, KPPBC Nunukan berusaha tidak merepotkan para awak atau crew kapal.
Semua fasilitas yang diperlukan untuk sosialisasi dan edukasi aturan kepabeanan, akan disediakan pihak bea cukai.
Tidak ada sepeserpun biaya yang dibebankan kepada para agen atau pun pemilik kapal.
‘’Kita hanya memohon waktu 10 menit untuk menyiarkan aturan pabean kepada para penumpang kapal saat akan berangkat. Setelah itu, dipersilahkan mereka menonton film kembali. Setiap tiga bulan akan kami update informasi, dan semua biaya yang keluar menjadi tanggungan kami,’’ tegasnya.
Masih kata Danang, ada batasan nilai barang yang diizinkan, alias bebas dari bea masuk (BM) maupun pajak dalam rangka impor (PDRI).
Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 203/PMK.04/2017 tentang Impor Barang yang dibawa oleh Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas, dan Barang Kiriman.
Melalui aturan tersebut, pemerintah Indonesia menetapkan batas pembebasan bea masuk barang personal sebesar USD 500 per orang untuk setiap kedatangan.
Apabila seseorang membawa barang lebih dari USD 500 maka ia wajib dipungut BM dan PDRI, yaitu PPN, PPnBM, dan PPh.
Namun, jika nilainya di bawah atau setara itu, maka barang tersebut tak kena bea masuk.
‘’Untuk barang impor yang masuk ke Nunukan, yang paling banyak masih ponsel. Ada sekali dua kali sparepart kendaraan. Itu yang jadi sasaran utama kami dalam edukasi melalui layar TV di setiap kapal rute Nunukan – Tawau,’’ sebutnya.
Program KPPBC Nunukan ini, mendapat dukungan penuh dari KSOP Nunukan dan para pemilik kapal.
Mereka langsung menandatangani MOU dimaksud, dan menyatakan siap melaksanakan isi kesepakatan tersebut.
Sebagaimana diketahui, belakangan ini, DJBC menuai sorotan tajam dari masyarakat, dengan viralnya sejumlah kasus.
Antara lain masalah pengiriman sepatu seharga Rp10 juta yang dipungut bea masuk Rp30 juta, pengiriman barang untuk sekolah luar biasa (SLB), hingga pengiriman action figure. (Dzulviqor)
