NUNUKAN – Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Bidang Kelautan dan Perikanan, Kamaruddin, membawa persoalan anjlokya harga rumput laut untuk dibahas dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama anggota DPRD dan instansi terkait, di ruang Ambalat DPRD Nnukan, Kalimantan Utara, Selasa, (26/9/2023).
Dalam forum yang dipimpin oleh Ketua Komisi II DPRD Nunukan, Wilson, Kamaruddin mengutarakan pentingnya regulasi penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) serta program peningkatan kualitas, agar pasaran rumput laut tidak semakin terjun bebas.
‘’Ini harus menjadi persoalan bersama dan kita berharap ada aksi pemerintah yang bisa segera mengatasi keadaan saat ini,’’ ujar Kamaruddin, dihadapan peserta rapat.
Respons Kadisperindagkop dan UMKM Nunukan.
Menanggapi usulan anggota TGUPP Kaltara tersebut, Kepala Dinas Perdagangan Koperasi dan UMKM Nunukan, mengatakan, perlu kehati-hatian untuk mengambil kebijakan penetapan HET tersebut.
‘’Menetapkan harga, itu sebuah dilematis karena perdagangan tak lepas dari hukum dan mekanisme pasar,’’ kata Sabri.
Sebagai contoh, kasus di Nusa Tenggara Timur, yang telah mematok HET untuk komoditi rumput laut. Faktanya, masyarakat di sana menyesal dan menginginkan pola perdagangab normal kembali diberlakukan.
Jelas Sabri, penetapan HET harus disertai dengan tersedianya pabrik dan pengolahan dengan kuota skala besar yang bisa menampung rumput laut.
“Pembeli dari luar daerah, juga akan berfikir ulang melihat harga yang sudah baku, dan mencari barang diluar daerah tersebut,” jelasnya.
‘’Sebenarnya yang harus dipikir adalah memutus mata rantai perdagangan yang semakin panjang. Semakin banyak mata rantai, semakin kecil jatuhnya ke petani, setiap level pasti cari untung,’’ tegas Sabri.
Resi Gudang Solusi Jangka Pendek.
Kepala Bagian Ekonomi, Rohadiansyah, menuturkan Pemkab Nunukan telah mengatur langkah-langkah strategis menyikapi keresahan petani rumput laut terkait anjloknya harga yang terjadi sejak Maret 2023 lalu.
Solusi jangka pendek yang telah didiskusikan secara berkala adalah memberlakukan kebijakan resi gudang, dengan melibatkan pengelola gudang di Mansapa.
‘’Jadi Nunukan masih bermain di bahan mentah. Kita belum bisa membuat rumput laut menjadi keragenan untuk komoditi ekspor. Kondisi listrik dan air kita di Nunukan belum memungkinkan untuk itu,’’ kata Rohadianysah.
Melanjutkan penjelasan program tersebut, Didit Adiputra, selaku pengemban amanah resi gudang, mengatakan, program ini merupakan sistem tunda jual.
Dengan memegang resi gudang, masyarakat bisa menjaminkan resinya sebagai agunan di bank, dan pendapatan mereka bisa terus berjalan.
‘’Rumput laut yang disimpan di gudang, mampu bertahan sampai 1 tahun, dengan kadar kekeringan 37 persen,’’ kata Didit.
DPRD Berharap Pemkab Segera Merumuskan Solusi Jangka Panjang,
Setelah mendengar paparan dari peserta forum, DPRD Nunukan memberikan pandangan agar Pemkab Nunukan juga memikirkan prospek jangka panjang.
Hal tersebut, disuarakan oleh anggota DPRD Nunukan, Andre Pratama. Dia mendorong stake holder terkait dapat membawa isu ini ke Pemerintah Pusat.
‘’Dibutuhkan sebuah manuver dan terobosan berani. Kita butuh tim untuk mendorong masalah ini sampai pusat,’’ kata Andre.
TGUPP itu Perancang bukan Pengeluh.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pedagang Rumput Laut (APRL) Nunukan, Ferry, menilai, TGUPP seharusnya hadir dengan solusi dan gagasan agar kondisi anjloknya harga segera mentas.
Namun yang terjadi, sebagai kepanjangan tangan Gubernur Kaltara, Zainal Arifin Paliwang, ini justru mengeluh dan seolah tidak tahu Tugas Pokok dan Fungsi dibentuknya TGUPP.
‘’Jangan waktu harga mahal kita senang senang beli mobil, beli motor. Begitu harga turun mengeluh. TGUPP itu perancang, bukan pengeluh,’’ kata Ferry.
Ferry juga meminta Kamaruddin bisa menahan diri dalam berkomentar untuk urusan fluktuasi harga rumput laut, karena bisa mempengaruhi harga di lapangan, dan dimanfaatkan oleh buyer-buyer diluar Nunukan yang ingin keuntungan lebih.
‘’Saya yakin rumput laut tidak akan ada matinya. Pengalaman kita sekitar 2006 harga waktu itu Rp. 5000, dan siapa yang menyangka bisa naik menjadi Rp. 42.000. Intinya sabar, dan mekanisme pasar itu selalu terjadi,’’ kata Ferry lagi.
Dia menegaskan, pihak asosiasi juga tidak berpangku tangan menyikapi perspalan ini. APRL Nunukan masih merumuskan jalan agar harga rumput laut kembali stabil, dan menunjang kesejahteraan pembudidaya.
‘’Tidak ada petani, tidak akan ada pedagang. Jadi tetap bersabar, apalagi ada solusi resi gudang untuk jangka pendek. Kita harus sabar karena naik turun harga itu hal wajar dalam dunia jual beli,’’ pungkas Ferry. (Dzulviqor)
