NUNUKAN – Sejumlah warga RT 26 Nunukan Barat, Nunukan, Kalimantan Utara mengadu ke DPRD Nunukan, tentang penghapusan RT mereka sejak 2022 lalu, Rabu (17/7/2024).
‘’Kami mewakili warga RT 26, mempertanyakan mekanisme pembentukan atau penghapusan lembaga kemasyarakatan RT dan landasan kebijakan penghapusan tersebut apa,’’ ujar Pendiri Yayasan Nunukan Hersen Justice, Hamseng, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di ruang Ambalat, Gedung DPRD Nunukan.
Hamseng mempertanyakan, hilangnya Rukun Tetangga 26, padahal saat jabatan ketua RT berakhir, sempat dilakukan penunjukan Plt Ketua, yaitu Hj. Sudarmi.
‘’Di masa Covid tidak ada pemilihan Ketua RT, sehingga ditunjuk Plt. Tahun 2022, dilakukan pemilihan Ketua RT serentak tanpa melibatkan RT 26. Bukannya SK penunjukan Plt belum dicabut. Lantas atas dasar apa SK tahun 2022 terbit,’’ cecar Hamseng kepada sejumlah pejabat yang hadir, termasuk Bagian Tata Pemerintahan.
Lurah Nunukan Barat Julziansyah, menegaskan bahwa ia yang merupakan Lurah baru, hanya meneruskan SK lama. Sehingga isi SK tersebut yang ia jadikan dasar rujukan untuk mengeluarkan kebijakan penghapusan RT 26.
Kendati demikian, protes warga RT 26 mengemuka, dan beberapa dari mereka diakui masih bertahan meski areal tempat tinggal/domisili mereka sudah tidak lagi ada, karena peristiwa kebakaran yang terjadi beberapa tahun silam.
‘’Kita lakukan pegecekan lokasi pada akhir 2023. Hasilnya kita mendapati di RT 26 hanya ada 18 KK. Beberapa KK tersebar di RT 1 dan RT 3. Ada 8 KK di RT 1, dan 6 KK di RT 3,’’ jawabnya.
Julziansyah menyesalkan permasalahan ini menjadi panjang dan tidak terselesaikan karena Ketua RT 26 saat ini, tidak terima diberhentikan.
‘’Ketua RT 26 saat ini bukan pilihan warganya. Dia hanya menggantikan Ketua RT sebelumnya yang dijabat suaminya. Karena RT 26 ditiadakan, maka dia ribut karena menuntut insentifnya yang hilang,’’ kata Julziansyah lagi.
Camat Nunukan, Bau Syahril menjelaskan, salah satu dasar penghapusan RT 26, adalah batas keberadaan KK minimal 50 KK. Sementara RT 26 Nunukan Barat, hanya ada 18 KK setelah dilakukan peninjauan lapangan.
Memang data Disdukcapil Nunukan mencatat, bahwa jumlah KK di RT 26 Nunukan Barat sebanyak 119 KK. Faktanya, di lapangan hanya 18 KK, dan hilangnya RT 26 sama sekali tidak mengganggu pelayanan apapun di Kelurahan dan Kecamatan.
‘’Saya temukan data dimana batas minimal sebuah RT di Nunukan 50 KK. Tapi saya tidak berani menggeneralisir karena di beberapa wilayah Nunukan ada yang sedikit, sesuai kebijakan wilayah dan kesepakatan masyarakatnya. Tapi untuk Nunukan Barat, khususnya RT 26, dia bisa dihandle RT 1 atau RT 3, tidak masalah, karena dalam dictum terakhir di SK 2022 yang meniadakan RT 26, dijelaskan seperti itu,’’ kata Bau.
Adapun mengenai dasar keluarnya SK 2022, dibuat terpisah dengan SK penunjukan Plt Ketua RT 26, dan menjadi dasar berhentinya pembayaran insentif Plt Ketua RT 26 Nunukan Barat, Hj Sudarmi.
‘’Tapi pada intinya, setelah dilakukan pengecekan lokasi, hilangnya RT 26 dari Nunukan Barat, tidak berpengaruh pada pelayanan apapun, sampai hari ini,’’ tegas Bau.
Anggota DPRD Nunukan Gat Khaleb, menyayangkan kasus ini sampai di DPRD Nunukan. Padahal, kata dia, kasus ini bisa diselesaikan di tingkat Camat, jika pejabatnya mau urun rembug dan menggelar dialog dari hati ke hati.
Masuknya permintaan hering terkait penghapusan RT 26 ke DPRD Nunukan, kata Gat, seharusnya menjadi pembelajaran bagi para pejabat khususnya Lurah dan Camat.
‘’Jangan menggunakan ego sektoral ketika berhadapan dengan masyarakat. Kita ini melayani maunya masyarakat, bukan memaksakan kehendak pejabat. Jangan kedepankan ego sektoral, buatlah forum diskusi, ngopi ngopi santai dengan warga. Tidak sulit kok, ini bisa diselesaikan di warung kopi asal pejabatnya mau menurunkan egonya. Mundur satu langkah ke belakang untuk kebaikan bersama, itu jauh lebih bijak,’’ kata Gat.
Pimpinan Rapat Hamsing, juga meminta agar Lurah Nunukan Barat, Julziansyah dan Camat Nunukan, Bau Syahril, menggelar diskusi, memastikan berapa banyak warga yang mau bertahan.
Jika tidak melanggar aturan, tidak ada salahnya mereka tetap diakomodir. Sebaliknya, jika tidak sesuai undang undang, maka edukasi diperlukan bagi masyarakat. Tidak bisa langsung keluarkan SK dan berujung kisruh seperti yang terjadi saat ini.
‘’Benar kata Abang saya Gat Khaleb, kalau seandainya pejabatnya tidak mengedepankan ego, selesai ini barang. Kuncinya diskusi, cocokkan data, dan silahkan bicara aturannya pada masyarakat. Kami sebagai wakil mereka akan mengawal ini, semoga cepat selesai,’’ kata Hamsing. (Dzulviqor)
