NUNUKAN –Kepolisian Daerah Kalimantan Utara, (Polda Kaltara) mengungkap dua kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Total 28 orang berhasil dicegah masuk ke Malaysia dan 2 orang tekong / pengurus ditetapkan sebagai tersangka.
“Tersangka AA ditangkap di Pelabuhan Tunon Taka, saat menunggu 16 orang CTKI pada Senin, (21/4/2024) sedangkan LY ditangkap saat akan menyeberangkan 16 orang korban, di pesisir Jalan Lingkar,pada Jumat (26/4/2024),” ujar Direskrimum Polda Kaltara, Kombes Pol. Taufik Herdiansyah Zeinardi, S.H, S.IK, M.H, dalam pers rilis di Mako Polres Nunukan, Kamis (2/5/2024).
Taufik mengatakan, kasus TPPO yang kerap terjadi di Nunukan merupakan sindikat yang telah terorganisir.
‘’Ini adalah kerja sindikat. Kalau kita petakan, ada tiga peran, yang pertama adalah orang yang membiayai. Kemudian orang yang merekrut, dan ketiga orang yang memfasilitasi keberangkatan sampai penempatan kerjanya,’’ jelasnya.
Ironisnya, dari setiap personal yang berperan akan mengambil keuntungan rupiah dari para korban. Sehingga aksi tersebut, masuk kategori TPPO.
Taufik melanjutkan, pengakuan dari beberapa CTKI yang diamankan mengaku pernah bekerja di Malaysia.
Penyidik menemukan fakta adanya paksaan dan syarat dari bosnya di Malaysia, yaitu, jika ingin kembali bekerja, maka ia harus merekrut orang lain.
‘’Jadi dokumen TKI tersebut ditahan majikan. TKI dijerat dengan hutang, dan dipaksa membawa orang untuk tambahan tenaga kerja di perusahaan yang ia tuju,’’ imbuhnya.
Para tersangka, dijerat dengan Pasal 10 Jo Pasal 4 UURI Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO dan Pasal 81 Jo pasal 69 Jo Pasal 83 Jo Pasal 68 Jo Pasal 5 Huruf B sampai huruf E tentang perlindungan pekerja Migran Indonesia Jo Pasal 53 KUHP dengan ancaman Pidana 3-15 tahun dan denda Rp 120 juta – Rp 15 miliar.
Kenaikan kasus TPPO
Taufik menegaskan, tidak mudah menangani kasus TPPO atau PPMI di Nunukan, yang merupakan wilayah perbatasan RI – Malaysia.
Butuh kolaborasi dan sinergitas semua stake holder, agar ancaman eksploitasi dan pengiriman CTKI ilegal, tidak terus menerus terjadi.
‘’Mengapa para CTKI ilegal seakan tidak ada habisnya, memang ini pekerjaan tidak mudah yang butuh kolaborasi dengan semua instansi yang ada,’’ katanya.
Merujuk pada data Polda Kaltara, terjadi indikasi kenaikan kasus TPPO/PPMI di wilayah Polda Kaltara.
Polda Kaltara mencatat 21 kasus TPPO sepanjang 2023. Dengan rincian, 4 perkara hasil pengungkapan Polda, 1 perkara yang diungkap Polres Tarakan, 1 perkara oleh Polres Malinau, dan 15 kasus diungkap Polres Nunukan.
Terdata sebanyak 25 orang menjadi tersangka, dan jumlah CTKI ilegal yang berhasil diselamatkan sebanyak 90 orang.
Sementara Tahun 2024, periode Januari – April, Polda Kaltara sudah mencatat 13 kasus TPPO.
Sebanyak 7 perkara ditangani Polda Kaltara, dan 6 perkara oleh Polres Nunukan.
Polisi menetapkan 19 orang sebagai tersangka dan menyelamatkan 102 orang korban.
Sebanyak 12 orang ditetapkan sebagai DPO. Rinciannya, 8 orang berada di Malaysia, dan 4 orang berada di dalam negeri.
‘’Dari 13 perkara yang kita tangani tahun 2024, sebanyak 6 perkara sudah selesai, dan 7 perkara masih proses penyidikan,’ ’jelas Taufik.
Kerjasama dengan Polisi Malaysia
Penanganan kasus TPPO, melibatkan Polis Diraja Malaysia (PDRM), dengan sistem Police To Police, dimana Mabes Polri, menjalin kerjasama dengan Polisi Malaysia untuk pengejaran DPO.
Polisi Malaysia, akan menyerahkan DPO yang berhasil diamankan, dan diserahkan ke Polda Kaltara, untuk dituntut sebagaimana perundangan yang berlaku.
‘’Pengungkapan tahun 2023, ada 8 DPO yang kita ungkap. Mereka adalah perekrut di Malaysia. Mereka diamankan PDRM, dan diserahkan ke kita. Dan dituntut pasal TPPO dengan hukuman 3 tahun ke atas,’’ kata dia.
Tahun 2024, Polda Kaltara kembali menerbitkan 12 berkas DPO dalam kasus TPPO.
Sebanyak 8 orang buron disinyalir berada di daerah Sabah dan sekitarnya, sedangkan 4 buron sisanya, ada di dalam negeri. (Dzulviqor)
