NUNUKAN – Puluhan pembudi daya dan petani rumput laut dari Nunukan dan Pulau Sebatik, Nunukan, Kalimantan Utara, mendatangi DPRD Nunukan, meminta ketegasan larangan pukat jangkar yang telah menghancurkan sekitar 200 pondasi rumput laut, Kamis (27/9/2024).
“Saat ini akibat pemukat jangkar, sekitar 200 pondasi rumput laut di Pulau Nunukan dan Pulau Sebatik rusak. Kami meminta ada larangan serta aturan tegas terkait masalah ini,” ujar Ketua Asosiasi Petani Rumput Laut, Muhammad Nisyam dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Nunukan.
Nisyam menegaskan, permasalah terkait rumput laut di Kabupaten Nunukan, terus menjadi permasalahan komplek yang belum bisa terselesaikan.
Baik itu masalah zonasi, kualitas, harga, sampai penegakan aturan pukat rumput laut jangkar.
“Ini teman teman memendam amarah karena nihilnya penindakan dan ketegasan Dinas Kelautan maupun petugas. Jangan sampai kemarahan ini terlampiaskan dan terjadi perkelahian di tengah laut,” imbuhnya.
Nisyam menjelaskan, para petani/pembudi daya rumput laut tidak melarang pemukat pancang karena tidak berakibat rusaknya pondasi rumput laut.
Yang mereka tak terima, adalah sistem pukat jangkar.
Dimana jangkar seringkali menancap di pondasi rumput laut, dan mengakibatkan kerusakan parah.
“Dua ratus pondasi rusak itu baru setengah bulan. Kalau berlanjut terus, bisa bisa semua pondasi kami hancur dan berpotensi konflik yang meluas,” keluh Nisyam.
Tanggapan DKP Provinsi Kaltara
RDP membahas pukat jangkar dan pukat pancang di ruang Ambalat DPRD Nunukan, menghadirkan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Nunukan, dan DKP Provinsi Kaltara, TNI, Polri, juga instansi vertikal terkait kelautan dan navigasi.
Pengawas perikanan DKP Kaltara, Azis menjelaskan, aturan kewenangan 0 sampai 15 mil pesisir laut yang menjadi kewenangan provinsi.
Menguraikan banyak pasal dan undang undang kelautan, sampai pada kendala penindakan.
“Dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan jaring insang pancang diatur. Namun untuk pukat jangkar tidak ada. Artinya dilarang,” jawabnya.
Terkait keluhan yang dibawa dalam hering, DKP Provinsi Kaltara juga sudah merespons dengan menggagas Pergub pengelolaan budi daya rumput laut.
Di dalamnya, memuat sejumlah pasal, diantaranya, kegiatan pengolahan, kualitas, hasil panen, dan tingkat kekeringan.
Konflik zonasi, ada juga terkait aturan pemukat.
“Meski tidak menyebut pemukat jangkar, tapi dalam Permen KP 36 telah disebutkan jelas,” lanjutnya.
Kendati gagasan Pergub dan penguatan armada patroli laut telah dijelaskan mendetail, akan tetapi, nihilnya anggaran masih menjadi kendala dalam aksi pengamanan dan pengawasan di laut.
“Memang kami tidak ada anggaran dan kami akui itu menjadi permasalahan yang meluas dan sering dikeluhkan. Mungkin 2025 baru kami bisa maksimal,” jelasnya.
Kepala DKP Nunukan, Suhadi menjelaskan, persoalan pukat jangkar pernah menjadi konsen Pemda Nunukan, dengan keluarnya imbauan pada April 2023 lalu.
Untuk mengantisipasi kejadian ini, DKP Nunukan mengusulkan pemberlakuan jam operasional pemukat.
“Kita usahakan penomoran lambung kapal, supaya diketahui siapa yang memukat. Jam operasional juga dikeluarkan atas izin Ketua Asosiasi Petani Rumput Laut,” usul Suhadi.
Tanggapan DPRD Nunukan
Penjelasan DKP Provinsi, memantik protes Anggota DPRD Nunukan. Selama ini, permasalahan rumput laut selalu dibawa ke forum dengar pendapat DPRD Nunukan, sementara dari DKP Provinsi hanya mampu melempar wacana tanpa aksi.
‘’Sejak 2017 kasus rumput laut terus mengemuka, tidak mungkin DKP tidak tahu dinamika lapangan. Faktanya eksekusi lapangan bicara anggaran lagi. Jangan hanya retorika, masyarakat tidak butuh penjelasan undang undang, ataupun tekhnis yang anda jabarkan. Mereka butuh tindakan dan solusi atas masalahnya,’’ ujar Anggota DPRD dari Nasdem, Mansur Rincing.
Persoalan rumput laut di Nunukan menjadi berkepanjangan karena nihilnya aksi, meski ada UPT atau petugas dan sarpras, kalau anggaran tidak ada, masalah tidak akan selesai.
DKP sudah memastikan bahwa pukat jangkar dilarang, namun buktinya, di lapangan masih menjadi potensi konflik sosial, tanpa ada tindakan berarti.
‘’Dimana ketegasan DKP Kaltara. Coba disuarakan ke Kadis DKP Provinsi, buatlah Pos terapung untuk TNI, Polri. Sinergitas itu perlu dibanding hanya menjabarkan kewenangan dan aturan yang semua hanya alasan menutupi ketidak mampuan DKP Kaltara,’’ kata Mansur.
Anggota DPRD Nunukan dari PDIP, Saddam Husein, mengatakan ia pesimis terhadap DKP Kaltara yang hanya memiliki solusi sosialisasi Pergub.
Sementara larangan jelas terhadap pukat jangkar, tidak dilakukan penindakan tegas.
‘’Kita harus ingat bahwa perumput laut kita adalah pahlawan ekonomi terbesar di Nunukan. Pemda gak boleh diam saja, dan harus efektif komunikasi dengan provinsi,’’ kata dia.
Saddam menegaskan, Kabuten Nunukan memiliki beban dalam perputaran ekonomi, dimana petani rumput laut muncul secara mandiri, dan bukan atas inisiasi atau program Pemda Nunukan.
‘’Tanpa rumput laut, ekonomi Nunukan tidak jalan. Jangan bertele tele di hadapan Rakyat. Kalau ada jalan kerja sama dengan instansi vertikal, TNI, Polri untuk penindakan, kenapa tidak dilakukan,’’ protes Saddam.
Andre Pratama dari Partai Bulan Bintang (PBB) mengaku heran dengan kinerja DKP Provinsi yang tak pernah mampu menyelesaikan permasalahan rumput laut.
Akan menjadi simalakama bagi penegakan tersebut, karena harus juga memikirkan dampak sosial ekonomi masyarakat.
‘’Ini potensi konflik besar di laut. Jangan sampai terjadi apalagi ini musim Pilkada. Mengapa dari dulu tidak dianggarkan pengawasan melekat,’’ sesalnya.
Tidak adanya titik terang dan solusi bagi para petani rumput laut yang datang ke DPRD, kian membuat DPRD Nunukan berang.
Mereka menyoal DKP yang hanya mengutus Aziz, yang notabene pengawas perikanan dan pejabat yang tidak bisa mengeluarkan kebijakan, sedangkan Kadis DKP Kaltara sedang ke China untuk undangan pameran ekspo.
‘’Ke China bisa, menganggarkan BBM untuk patroli laut tidak bisa. Gak masuk akal ini barang,’’ protes Andre. (Dzulviqor)