NUNUKAN – Penyidik Polres Nunukan, Kalimantan Utara, melakukan pemeriksaan kasus dugaan pelecehan seksual terhadap SF (21), gadis pemohon KTP, oleh oknum ASN di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Nunukan.
Kasat Reskrim Polres Nunukan, AKP. Lusgi Simanungkalit, mengatakan, sejauh ini, sudah ada lima orang yang diperiksa, termasuk terlapor dan pelapor.
‘’Pemeriksaan intensif kita gelar sejak Senin (13/5/2024). Saat ini, kita juga masih melakukan pemeriksaan. Total baru lima orang kami periksa terkait kasus ini,” ujarnya, Selasa (14/5/2024).
Adapun lima orang yang telah diperiksa, terdiri dari, tiga orang dari Disdukcapil, yaitu terlapor AH, Kepala Disdukcapil, dan satu petugas lain yang melihat keberadaan SF dalam ruangan kerja terlapor.
Sementara dua lainnya, adalah pelapor, SF, dan orang yang mengantarnya ke Disdukcapil untuk membuat KTP.
‘’Kita baru mulai pemeriksaan. Kita masih belum ada kesimpulan apa pun. Butuh kehati-hatian dan semua ada prosedurnya, nanti kalau terlalu laju berstatemen, bisa kena pra peradilan kita,’’ ujarnya lagi.
Korban alami trauma
Lusgi menuturkan, pemeriksaan atas kasus dugaan pelecehan seksual, juga perlu kondisi yang sehat dan normal.
Sementara SF, terlihat shock dan ketakutan memberikan jawaban kepada penyidik polisi, saat diminta menceritakan ulang pengalaman traumatisnya.
‘’Dia itu terlihat sekali takut, dan seakan akan berkata bisakah kami ini dipercaya ya. Soalnya pas membuat KTP kemarin saya digitukan,’’ kata Lusgi.
Gestur SF yang ketakutan membuat polisi meminta pendampingan psikolog dari Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DSP3A). Juga perlindungan saksi dari Unit PPA Polres Nunukan.
Tapi yang pasti, kata Lusgi, pengakuan SF tidak ada yang berubah, baik saat pemeriksaan penyidik, maupun saat asessmen oleh psikolog.
‘’Hasil asessmen psikolog, korban harus ada pendampingan keluarga kandung. Kalau di Nunukan, dia kan tinggal dengan saudaranya. Jadi menurut psikolog, korban akan lebih nyaman lagi bercerita, kalau didampingi keluarga kandungnya,’’ kata Lusgi.
Oknum ASN Disdukcapil membantah
Lanjut Lusgi, pemeriksaan terhadap terlapor AH, terkesan lebih mudah. Polisi juga menanyakan seluruh prosedur pembuatan KTP bagi wajib KTP.
Termasuk aturan tentang tato, rambut pirang dan hafalan lagu wajib, sebagaimana pengakuan SF.
‘’Sejauh ini, terlapor tetap membantah. Itu hak dia, tugas kita di pembuktian. Dan tentunya butuh kejelian dari penyidik,’’ jelasnya.
Dalam kasus ini, penyidik dituntut jeli, karena tidak ada saksi dan CCTV di dalam Kantor Disdukcapil Nunukan.
‘’Kita baru mengamankan pakaian SF yang digunakan saat kejadian. Pemeriksaan masih berjalan,’’ kata Lusgi. (Dzulviqor)