NUNUKAN – Penyidik Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Nunukan, Kalimantan Utara, terus melakukan pemeriksaan kasus dugaan pelecehan seksual terhadap gadis pemohon KTP, SF (21), oleh oknum pejabat Disdukcapil, Nunukan, AH.
‘’Kita sudah memeriksa delapan orang saksi termasuk terduga pelaku dan korban. Hari ini kita panggil saksi ahli dari psikolog Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DSP3A) dari Pemkab Nunukan,’’ ujar Kanit PPA Polres Nunukan, Ipda. Martha Nuka, Rabu (22/5/2024).
Sampai hari ini, kata Martha, gadis SF yang mengaku dilecehkan oknum pejabat Disdukcapil, sepertinya mengalami shok dan butuh konseling.
Polres Nunukan juga sudah meminta DSP3A memberikan pendampingan psikolog, untuk meredam trauma yang dialami SF.
‘’Sampai hari ini, kita memanggil korban kedua kali karena masih ada keterangan yang kurang, dia masih menangis. Diajak makan tidak nafsu makan, hanya minum air putih saja, itupun seteguk,’’ imbuh Martha.
Selain itu, keterangan korban juga tidak pernah berubah, dari awal pemeriksaan. Sosok SF, kata Martha, merupakan gadis yang belum pernah berpacaran, dan tumbuh di keluarga religius.
Penampilannya dengan jilbab besarnya, membuat apa yang dia alami, menjadi semacam teror yang membuat perilakunya ikut berubah.
‘’Yang jelas dia shok karena mendapat perlakuan yang sama sekali tidak pernah dia sangka. Kita masih mengumpulkan bukti yang diperlukan untuk memastikan ada yang bersalah atau tersangka dalam kasus ini,’’ tegasnya.
Sikap yang sama, juga ditunjukkan AH. Oknum Kepala Bidang Pendataan Penduduk, pada Disdukcapil Nunukan.
AH juga terus menyangkal semua tuduhan yang dialamatkan padanya. Meski AH juga membenarkan bahwa permasalahan tato, hafal lagu Indonesia Raya, tidak ada dalam SOP pembuatan KTP bagi pemohon/wajib KTP.
‘’Hak dia mau menyangkal. Kewenangan dia, kalau kami kan tugasnya pembuktian. Paling lambat minggu depan, akan kita umumkan secara resmi hasil pemeriksaan kasus ini,’’ tutup Martha.
Seorang gadis berinisial SF (21), warga Jalan Muhammad Hatta, Nunukan, Kalimantan Utara, mengaku dilecehkan pejabat Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil), saat membuat KTP.
Sebagaimana diceritakan SF, perlakuan tak senonoh tersebut, terjadi pada Rabu (8/5/2024), sekitar pukul 09.00 wita.
SF datang ke Dukcapil tanpa memiliki dokumen persyaratan pembuatan KTP. Karena sejak usia 6 tahun, ia diajak orang tuanya ke Malaysia sebagai TKI.
SF pun diminta masuk ruangan oknum ASN yang merupakan seorang Kepala Bidang (Kabid).
Di ruangan tersebut, oknum ASN bernama AH menanyakan apakah SF memiliki tato. Kemudian AH meminta SF yang mengenakan pakaian syar’i menunjukkan kedua lengannya.
‘’Saya terpaksa kasih lihat dia. Saya naikkan lengan baju sampai bahu. Masih lagi dia tanya apakah rambut saya pirang. Karena kalau pirang tidak bisa dibuatkan KTP. Dia ancam robek berkas saya kalau tidak mau kasih nampak rambut,’’katanya.
Tak sampai disitu, oknum ASN tersebut, juga meminta SF menyanyikan lagu Indonesia Raya, sebagai syarat memiliki KTP.
SF yang tumbuh besar di Malaysia mengaku tak hafal lagu Indonesia raya. SF meminta waktu tiga hari untuk menghafalkan lagu tersebut.
‘’Dia bilang tidak bisa, kalau mau KTP jadi tapi tidak hafal lagu itu (Indonesia Raya), ada syarat lebih mudah, cium pipi kanan dan kiri,’’ lanjutnya.
SF yang sendirian dalam ruangan tersebut hanya bisa diam terpaku saat oknum ASN tersebut tiba-tiba beranjak dari kursi lalu menutup rapat pintu ruangan kantornya. Sementara SF diminta cepat mendekat ke pintu.
Sambil memegang pegangan daun pintu, kepala SF ditarik paksa. Selanjutnya, oknum ASN itu mendaratkan ciuman di wajah sampai bibir SF, dan menggerayangi tubuhnya.
‘’Saya langsung berontak, melepas paksa rengkuhannya. Saya keluar menangis. Sempat ada yang tanya mengapa saya menangis, saya sangat malu bicara kalau saya dilecehkan. Saya hanya jawab kalau saya tidak hafal lagu Indonesia Raya,’’ tutur SF sembari menangis.
Sementara itu, Pejabat Dinas Dukcapil, AH, membantah telah melecehkan SF yang ingin membuat KTP.
Dia menegaskan tak ada sentuhan fisik antara dirinya dengan SF.
‘’Saya bantah semua tudingan SF. Tidak ada sama sekali sentuhan fisik. Saya tahu batasan, dan saya tidak melakukan hal yang dituduhkan,’’ ujar AH. (Dzulviqor)
