NUNUKAN, KN – Kelangkaan ikan segar saat ini menjadi ancaman nyata bagi masyarakat di pedalaman Nunukan, Kalimantan Utara. Penangkapan kapal-kapal pemasok oleh aparat kepolisian menghambat pasokan ikan yang selama ini sebagian besar datang dari Malaysia. Situasi ini memicu amarah anggota DPRD Nunukan, bahkan hingga aksi gebrakan meja dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang mereka gelar Jumat (22/8/2025).
Asosiasi Pemasok Ikan Nunukan (ASPIN), yang menjadi korban penangkapan, mendatangi DPRD untuk mengadukan nasib mereka. Juru bicara ASPIN, Qori dan Kasman, menjelaskan, Ditreskrimsus Polda Kaltara telah menangkap KM Manafman 02, kapal mereka, sebanyak dua kali. Penangkapan terakhir terjadi Kamis (14/8/2025) di perairan Sei Ular. Kapal yang mengangkut 61 boks ikan asal Tawau, Malaysia, ini dinilai tidak memiliki sertifikat kesehatan ikan.
”Kapal kami memiliki kelengkapan berkas, hanya saja ikan yang kami muat tidak memiliki sertifikat kesehatan karena Tawau tidak pernah mengeluarkannya,” jelas Qori dalam RDP.
Padahal, 25 boks dari total muatan kapal tersebut sebetulnya untuk warga pedalaman seperti Seimanggaris, Kanduangan, Sebakis, hingga Sebuku. Penangkapan ini, menurut ASPIN, terjadi meskipun pemerintah daerah sudah bersepakat untuk mengizinkan operasional kapal sementara dengan skema kearifan lokal (local wisdom).
”Polda Kaltara sepertinya tidak terhubung dengan aparat di Nunukan. Akibatnya, kami justru menjadi target penangkapan,” keluh Kasman.
Warga Menangis Tanpa Kapal Pemasok, Ikan 100 Persen dari Malaysia
Fakta di lapangan menunjukkan betapa tingginya ketergantungan Nunukan pada pasokan ikan Malaysia. Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Nunukan, Suhadi, mengakui, masyarakat mengonsumsi ikan jenis Pelagis, Layang, dan Kembung yang 100 persen datang dari negeri jiran.
”Nelayan kita tidak punya alat tangkap, dan sumber daya manusia kita tidak bisa memenuhi kebutuhan itu,” ungkap Suhadi.
Dampak penangkapan ini langsung terasa. Adam, seorang pedagang ikan, menuturkan, harga ikan melonjak drastis. Ikan yang biasanya orang beli di bawah Rp 30.000, kini mencapai Rp 45.000 hingga Rp 50.000 per kilogram.
”Kalau tidak ada ikan Malaysia, kita di pasar akan menangis. Bisa saya katakan 80 persen ikan kita berasal dari Tawau,” tegasnya.
Kepala Dinas Perdagangan Nunukan, Sabri, membenarkan fenomena ini. “Ketika kelangkaan ikan terjadi, hukum ekonomi berlaku. Harga sudah pasti naik,” ujarnya.
Protes Lintas Instansi, DPRD Gebrak Meja karena Geram
Respons keras datang dari berbagai pihak. Perwakilan Kodim 0911 Nunukan, Kapten Inf Joan Agus, heran dengan penangkapan tersebut. Ia mempertanyakan logika aparat yang mengamankan kapal dan mobil pengangkut, padahal masalahnya hanya pada sertifikat kesehatan ikan.
”Faktanya, setelah aparat memeriksa kapal, mereka membawa ikan ke Karantina dan melepasnya. Artinya, dari sisi kesehatan, ikan Tawau yang mereka muat tidak bermasalah,” kata Joan.
Anggota DPRD Nunukan, Andre Pratama, mendesak Polda Kaltara untuk bersikap bijak. Ia meminta Polda segera melepaskan kapal yang mereka tangkap demi menjaga pasokan ikan ke pedalaman.
“Malaysia menjual ikannya kepada kita, tapi kita malah melarang masyarakat makan ikan. Jika ada penangkapan, coba tolong pikirkan konsekuensinya,” cetusnya.
Suasana RDP semakin memanas ketika Anggota DPRD Rian Antony menyuarakan protesnya. Ia merasa pusat seringkali menyamakan kondisi Nunukan dengan wilayah lain, tanpa mempertimbangkan kekhususan daerah perbatasan.
”Apa kami tidak berhak makan ikan kalau tidak ada pasokan ke pedalaman? Masa kami harus menyeberang hanya untuk membeli ikan sekilo?” tegasnya.
Puncaknya, Anggota DPRD Mansur yang emosi, tak kuasa menahan kekesalan. Ia menggebrak meja dan mempertanyakan kinerja pemerintah daerah yang tidak pernah menemukan solusi.
“Pemerintah ini tidak punya pikiran untuk membuat PPI di pasar Jamaker? Mau sampai kapan kalian bekerja seperti ini? Masalah ini tidak akan selesai kalau kalian hanya saling lempar kewenangan,” protesnya dengan nada tinggi.
RDP Ulang untuk Cari Solusi
RDP yang dihadiri oleh sejumlah perwakilan instansi ini tidak menghasilkan solusi konkret. Sejumlah pihak teknis yang seharusnya hadir, tidak tampak tanpa alasan jelas.
DPRD Nunukan akhirnya menjadwalkan ulang pertemuan dan memastikan semua pemangku kepentingan akan hadir untuk menemukan titik terang dan solusi permanen bagi masalah yang terus berulang ini. (Dzulviqor)
