Connect with us

Hi, what are you looking for?

Nunukan

Momok Politik Dinasti Lintas Kamar

Penulis: Hendrawan R. Wijaya (Mahasiswa Universitas Hasanuddin, Makassar)

OPINI – 2019 lalu, fenomema politik di Kabupaten Nunukan berlangsung tidak seperti biasanya. Boleh dikata unik. Seorang anak yang menjabat sebagai Bupati Nunukan melantik sang ibu, Hj Rahma Leppa, sebagai Ketua DPRD Nunukan 2019-2024.

Bagi sang bupati, dilansir pada (alinea.id, 2019), momen ini sebagai ketidaksengajaan yang membawa berkah.

Dengan penuh harap, di samping menjadikan keterwakilan politik perempuan, ditetapkannya pimpinan definitif lembaga legislatif daerah ini diharapkan kemitraan semakin baik.

Meminjam konsep Endi Jaweng selaku Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD). Fenomena di atas bisa kita sebut sebagai model dinasti lintas kamar.

Lintas kamar artinya cabang kekuasaan eksekutif dan legislatif terkonsentrasi pada satu famili.

Selain lintas kamar, dinasti juga memiliki model lain, lintas waktu dan lintas daerah.

Model dinasti lintas kamar dimungkinkan tidak adanya sistem kontrol, check dan balance di antara lembaga negara sehingga korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) besar potensinya menjadi nyata.

Di Indonesia, dinasti kerap berujung pada kasus.

Misalnya kasus suap yang terjadi di Kutai Kartanegara, KPK menangkap Bupati Kutai Timur, Ismunandar dan Ketua DPRD Kutai Timur, Encek Unguria yang merupakan suami istri.

Lalu ada kasus suap yang menyeret Wali Kota Kendari, Adriatma Dwi Putra dan Calon Gubernur Sulawesi Tenggara, Asrun, (anak dan ayah) dalam proyek pengadaan barang dan jasa di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Kendari pada 2017-2018 (Kompas.com, 2020).

Dilansir dari tempo.co, 2012, mantan Bupati Nunukan Abdul Hafid Ahmad pada 2012, divonis 2 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider satu bulan penjara. Dalam sidang ini, Ketua Majelis Hakim Casmaya didampingi dua hakim ad hoc, Poster Sitorus dan Rajali, memvonis Abdul Hafid Ahmad turut serta melakukan tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangannya selama proses pembebasan lahan seluas 62 hektare. Mantan Bupati ini rupanya memiliki hubungan keluarga dengan Bupati dan ketua DPRD Kabupaten Nunukan periode sekarang (TribunKaltara.com, 2021).

Baca Juga:  Siapkan Posko Aduan Bagi Konsumen Listrik, HMI Segera Gugat PLN Nunukan ke Pengadilan

Penting kita sadari bersama bahwa dinasti mendapat keuntungan dalam bentuk popularitas, yang berasal dari pengalaman dedengkotnya sebagai kepala daerah sebelumnya.

Menurut Eriyanto (2007), kepala daerah memperoleh modal popularitas melalui aktivitas kantor selama masa jabatannya, yang merupakan faktor awal dalam keterpilihan yang dapat diwariskan.

Kandidat dari dinasti kelak di Pilkada 2024 Nunukan, nama kerabat berfungsi sebagai merek yang mudah dikenali oleh pemilih. Meskipun tidak selalu berhasil memperoleh tahta dan demikian pula tidak selalu peluang tersebut bisa diwariskan kepada keluarganya.

Namun, hasil penelitian (Eriyanto, 2007) menunjukkan bahwa persentase petahana yang terpilih kembali jauh lebih tinggi daripada yang kalah, seperti yang terjadi pada Pilkada hingga Desember 2006, di mana 62,2% petahana berhasil terpilih kembali.

Perlunya Pendidikan Politik

Kehadiran politik dinasti dapat menghambat rotasi kekuasaan dan pembaharuan politik yang sehat, karena anggota keluarga yang sama sangat mungkin secara terus-menerus menduduki jabatan-jabatan penting tanpa ada alternatif yang signifikan.

Kendati pelaku dinasti diberi hak dalam ayat-ayat konstitusi. Politik dinasti patut diwaspadai masyarakat, sebab ia adalah momok. Agar terwujudnya demokrasi yang bermutu.

Upaya menahan laju politik dinasti adalah perlu dirumuskan kembali dengan tanpa melanggar ayat-ayat konstitusi melalui pendidikan politik.

Pendidikan politik itu perlu dalam rangka munculkan kandidat altertanif.

Ini meliputi penyuluhan dan kampanye yang bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak negatif politik dinasti terhadap demokrasi dan pemerintahan yang baik.

Tancapkan nilai-nilai demokrasi, transparansi, akuntabilitas dalam kurikulum pendidikan politik terkait.

Ini dapat membantu infrastruktur pemahaman yang kuat tentang pentingnya pembangunan politik yang berkelanjutan dan inklusif.

Memperkuat penekanan pada prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan agar masyarakat memahami bahwa setiap orang memiliki hak yang sama dalam proses politik dan pemilihan umum, tanpa memandang latar belakang atau hubungan genetik, kekerabatan.

Baca Juga:  Pergaulan Bebas dan Hamil Duluan, Menjadi Faktor Dominan Dalam Kasus Pernikahan Dini di Nunukan

Beberapa poin di atas menjadi modal peningkatan kesadaran kita sebagai masyarakat akan pentingnya rotasi kekuasaan dalam sistem demokrasi, sekaligus penggetar psikologi singgasana dinasti.

Lebih dari itu, tulisan ini mengajak masyarakat Nunukan untuk belajar pada fakta-fakta politik yang telah berlalu sebagai ampas demokrasi.

Itu penting, agar kita tidak terjebak pada lubang yang sama. Yang hanya akan merugikan masyarakat Nunukan.

Loading

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kabar Lainnya

Nunukan

NUNUKAN – Bank Rakyat Indonesia (BRI) cabang Nunukan, merilis hasil investigasi kasus hilangnya uang nasabah bernama Betris, senilai kurang lebih Rp. 384 juta, Selasa,...

Olahraga

NUNUKAN – Sabri, salah satu Atlet panjat tebing asal Nunukan, yang pernah meraih medali emas (perorangan) pada PON XVII 2012 di Riau, Perunggu (perorangan)...

Hukum

Menanggapi keterlibatan dua angotanya, Syaiful menegaskan, tidak ada toleransi bagi anggotanya yang terlibat penyalahgunaan narkoba.

Nunukan

NUNUKAN – Bank Rakyat Indonesia (BRI) menggelar senam sehat, bertajuk ‘Bilang aja gak terhadap kejahatan perbankan’, di halaman Kantor Cabang BRI, Jalan TVRI, Nunukan...