NUNUKAN – Aliansi Mahasiswa Nunukan (AMN) mempertanyakan pengawasan pemerintah Kabupaten Nunukan terhadap Pertamini dan bensin botolan.
Kedua jenis usaha masyarakat tersebut, terindikasi memiliki andil dari seringnya kelangkaan BBM yang terjadi di Nunukan.
Persoalan ini dibahas dalam Forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD Nunukan, menghadirkan, Kepala Dinas Perdagangan Nunukan, Sabri, juga Kepala Bagian Ekonomi Setkab Nunukan, Rohadiansyah, Selasa (13/9) kemarin.
‘’Bagaimana sebenarnya sistem suplay ke para penjual bensin botolan dan seperti apa cara SPBU mengalokasikan jatah BBM ke Pertamini. Karena cukup janggal ketika masyarakat mengalami kesulitan BBM, bensin botolan selalu ada dengan harga mahal,’’ ujar salah satu Juru Bicara AMN, Faisal.
Menurut AMN, eksistensi bensin botolan saat kelangkaan BBM terjadi, serta suplai BBM kepada Pertamini, butuh penjelasan dari Pemerintah Daerah.
Karena ketika harga mahal ketika BBM langka, sudah seharusnya bisa disikapi oleh Pemerintah Daerah.
‘’Artinya ini ada indikasi penimbunan BBM, mereka jual dengan harga tinggi saat masyarakat kesulitan BBM. Peran pemerintah sejauh apa? Terlebih kondisi ini sudah berlangsung sekitar empat tahun dan selalu saja tidak ada solusi,’’ kritiknya.
Sorotan dan kritik AMN dalam rangkaian aksi protes kenaikan BBM subsidi inipun menjadi perkara yang selama ini juga diperjuangkan DPRD Nunukan.
Sudah berulangkali kritik yang sama disuarakan ke Pemerintah Daerah, sudah ada beberapa kali Satgas BBM terbentuk, namun kondisi yang sama, seakan terus menerus terjadi tanpa adanya tindakan dari para stake holder.
Anggota DPRD Nunukan, Inah Anggraini, mengatakan, tidak bisa dibantah, keberadaan bensin botol atau Pertamini, menjadi usaha masyarakat yang mandiri, sehingga seakan menjadi hal yang legal.
‘’Tapi yang perlu dicatat, ada dugaan penyelewengan dari pegawai SPBU karena menjual BBM ke pengusaha bensin botolan dengan harga lebih tinggi dari yang ditetapkan. Itu kenapa Bentol (Bensin Botol) ada terus meski SPBU sedang kosong,’’ kata Inah.
Anggota DPRD lain, Andi Mutamir, juga membenarkan apa yang dikatakan Inah.
Penjualan BBM kepada pengusaha bentol memang dilakukan oknum petugas SPBU. oknum tersebut, lebih suka melayani pengusaha bentol karena harga yang dibayarkan lebih mahal, dan diduga mendapat lebih banyak untung ketimbang penjualan biasa menggunakan ukuran kalibrasi mesin SPBU.
‘’Jadi wajar ketika SPBU habis, bentol selalu ada saja. Kita juga mempertanyakan eksistensi Pertamini itu seperti apa? Bentuk pengawasannya bagaimana? karena itu mempengaruhi kuota jatah BBM subsidi untuk masyarakat juga. Jangan terpaku pada alasan mencari sesuap nasi, tapi nyatanya justru memanfaatkan situasi,’’ katanya lagi.
Jhoni Sabindo juga berkomentar agar Pemerintah Daerah memaksimalkan pengawasan melekat bagi usaha-usaha masyarakat yang terkadang bisa menaikkan harga sesuka hati memanfaatkan kondisi kelangkaan BBM.
Seharusnya adanya oknum penjual bentol yang bergantian dengan keluarganya untuk antre di SPBU berkali kali dengan jenis motor yang memiliki tanki besar, tidak perlu terjadi.
‘’Kita tidak melarang usaha masyarakat. Tapi tolong jangan menzalimi orang. Kita tahu itu tentang perut atau leher, demi mencari makan. Tapi jangan juga mencekik leher orang lain. Kalau bisa DPRD juga dilibatkan dalam tim pengawas BBM subsidi,’’ ujar Jhoni.
Terpisah, Kepala Bidang Ekonomi Setkab Nunukan, Rohadiansyah, menjelaskan, ada 136 agen penyalur yang ada di Kabupaten Nunukan. dan masing masing agen memiliki jatah kuota dari SPBU.
‘’Penyaluran SPBU dilakukan untuk 136 para agen penyalur untuk mendekatkan pelayanan,’’ jelasnya.
Pembelian BBM dengan jerigen juga masih diperbolehkan, dengan syarat untuk nelayan dan petani yang mengantongi rekomendasi dari Dinas KKP atau Dinas Pertanian.
Sementara itu, Kepala Dinas Perdagangan Nunukan, Sabri, memastikan, banyaknya Pertamini di Nunukan, menjadi sebuah dilema.
Karena sejauh ini, ketika Dinas Perdagangan melakukan tera ulang untuk mengkalibrasi alat ukur di SPBU dan Pertashop, syaratnya adalah, alat-alat tersebut harus berstandar SNI.
‘’Untuk Pertamini, kami tidak bisa melakukan tera ulang. Atinya kami tidak bisa menjamin apakah takaran liter yang dijual sesuai ukurannya atau tidak. Karena legalitas Pertamini sendiri, kami tidak tahu,’’ kata Sabri. (Dzulviqor)
