NUNUKAN – DPRD Nunukan, Kalimantan Utara, kembali menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) atau hearing, menyoal PHK 6 karyawan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Bulungan Hijau Perkasa (BHP), Rabu (9/10/2024).
Meski telah dimediasi oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Nunukan, perjuangan para buruh untuk mendapat keadilan dan hak mereka ketika dipecat/diberhentikan tidak hormat, masih berlanjut dan berkepanjangan.
‘’Setiap kali perdebatan antara perusahaan dan buruh tidak mengalami titik temu, muaranya adalah PHI (Persidangan Hubungan Industrial). Terus terang, untuk makan dan rokok saja, kami ini kadang ada, kadang tidak,’’ ujar Kuasa Pekerja, Faris Balang, mewakili suara para buruh.
Para buruh, kata Faris, mendapat perlakuan tidak layak. Mereka dimangkirkan, dan tidak mendapatkan haknya sebagai pekerja.
Keringat mereka tidak dihargai oleh perusahaan, padahal, salah satu buruh yang dipecat, pernah mendapat penghargaan sebagai pekerja teladan dari perusahaan.
‘’Untuk dicatat, mereka di PHK karena dimangkirkan, bukan mangkir. Kalau mangkir orangnya ada, sehat, tapi diam di rumah tidak bekerja. Kalau dimangkirkan, orangnya bekerja, tapi tidak dianggap. Mohon ini menjadi perhatian,’’ jelas Faris.
HRD atau human resource development PT BHP, Wicky Leonardi, menjelaskan, sebenarnya, setelah ada mediasi di Disnaker, PT BHP siap melaksanakan anjuran yang diterbitkan.
Seperti halnya membayar pesangon sesuai aturan perundangan, dengan melihat status dan masa kerja para karyawan yang telah di PHK.
‘’Menurut Disnaker, PHK yang dilakukan perusahaan sesuai dengan aturan. Dan kami menyiapkan apa yang menjadi anjuran Disnaker, termasuk kompensasi,’’ jawab Wicky.
Terdapat 6 karyawan PT BHP yang di PHK, masing masing, Masito, Fransiskus Loar, Rido, Hamidah, Nusding dan Ege Najar.
Ada sejumlah catatan perusahaan dimana salah satu pekerja melakukan pelanggaran berat, dimana ada ancaman kepada atasannya.
Dan ada perbedaan data yang disuguhkan oleh kuasa pekerja, yang menyuguhkan data masa kerja tidak sesuai dengan data yang ada di perusahaan.
‘’Pihak pekerja mengaku bekerja sejak 2011, tapi data perusahaan mereka kerja sejak 2019. Jamsostek juga mencatat mereka aktif sejak 2019. Ini yang perlu disinkronkan,’’ jelasnya.
Untuk para pekerja yang di PHK, pada dasarnya akan mendapat uang penggantian hak/visa dengan syarat masa kerja mereka di atas 5 tahun.
‘’Sementara para pekerja mayoritas belum sampai lima tahun. Jadi mereka tidak bisa menerima visa sesuai aturan perusahaan,’’ kata Wicky lagi.
Staf bagian Hukum Setkab Nunukan, Roby Nahak Serang, meminta kasus ini diselesaikan dengan kepala dingin dan saling legowo.
Sudah seharusnya pihak perusahaan memikirkan iklim investasi dan kondusifitas suasana. Sehingga dibutuhkan kebijaksanaan dan mengedepankan azas kemanusiaan.
‘’Kita berharap perusahaan mengedepankan kemanusiaan kepada para buruh. Meski mereka dalam aturan tidak bisa mendapat uang visa, setidaknya ada kebijakan yang memanusiakan mereka. Pekerja juga kami harap tidak minta terlalu banyak. Jadi sama sama mengerti supaya kasus ini cepat selesai,’’ anjur Roby.
Kasus PHK karyawan PT BHP belum menemui titik terang, karena para pekerja merasa mereka mendapat perlakuan tidak adil.
‘’Mereka ini dimangkirkan bukan mangkir. Semua bukti saya punya. Perjuangan mereka juga mengorbankan semua yang dipunya. Bisa dicek, uang penginapan, uang speed, mereka masih utang, demi menuntut keadilan,’’ protes Faris.
Bagi para buruh yang dipecat PT BHP, perjuangan mereka bukan sekedar menuntut hak atau upah. Tapi lebih kepada harga diri dan pemulihan nama baik.
‘’Jadi kami berharap ini jadi pertimbangan semua pihak. Kami tidak terlalu mementingkan uang upah kami. Tapi kami ingin tanggung jawab moral perusahaan yang melakukan hal semena mena yang menciderai harga diri para buruh,’’ lanjutnya.
Wakil Ketua DPRD Nunukan, Arpiah, meminta agar kasus ini kembali dirundingkan di forum khusus.
Pihak pekerja, perusahaan dan pemerintah daerah diharap bisa sekali lagi menelaah perkara lebih menyeluruh, baru memenuhi apa yang menjadi hak dan kewajiban kedua belah pihak.
‘’Pada dasarnya masih ada ruang lain sebelum dibawa ke DPRD. Ada Pemda Nunukan yang bisa membicarakan masalah ini. Kami berharap segera ada penyelesaian dan kami juga berharap solusi yang manusiawi. Tentu DPRD akan terus mengawal kasus ini,’’ kata dia. (Dzulviqor)
