Connect with us

Hi, what are you looking for?

Nunukan

Kebijakan Sumur Bor: Malapetaka Bagi Hak Asasi Alam di Nunukan

Penulis: Hendrawan R. Wijaya (Mahasiswa Universitas Hasanuddin, Makassar)

OPINI – 2019 lalu dunia digemparkan oleh kehadiran seorang remaja, Greta Thunberg. Yang kemudian menjadi person of the year dalam majalah time.

Ia berhasil mengumpulkan 240 juta orang untuk ikut di dalam kampanye penyelamatan lingkungan.

Penyelamatan lingkungan hanya mungkin terjadi bilamana hak asasi atas alam diindahkan.

Hak asasi alam merupakan hak yang dimiliki oleh komunitas makhluk hidup. Semua makhluk hidup atau komunitas biotis memiliki hak atas hidup, hak atas kebebasan, dan hak artifisial atau hak atas milik pribadi.

Komunitas abiotis juga memiliki hak asasi alam karena keberlangsungan hidup makhluk hidup sangat bergantung pada keutuhan komunitas abiotis (Naimah, 2020).

Kendati hak asasi alam tidak sepopuler Hak Asasi manusia (HAM). Hak asasi alam perlu dipahami guna menyelamatkan lingkungan, medium kehidupan kita sejak tempo dulu.

Prinsip utama dalam hak asasi alam yaitu adanya pengakuan kesetaraan manusia dengan makhluk lainnya.

Artinya manusia dan kecoa punya status keberadaan yang sama sebagai penghuni alam, begitupun kecoa dan rumput laut punya status yang sama.

Baru kemarin kita memperingati Hari Air Sedunia pada 22 Maret 2024. Termuat dalam sdg.iisd.org 2024, Hari Air Sedunia kali ini mengangkat tema “Memanfaatkan Air untuk Perdamaian.

Memperingati air secara massal bertujuan untuk memusatkan perhatian atas krisis air global dan meningkatkan kesadaran terhadap 2,2 miliar orang yang hidup tanpa akses terhadap air bersih.

Nampaknya hari air sedunia kemarin, dirayakan dengan krisis air bersih di Nunukan.

Perayaan air dalam momen krisis air bersih merupakan peristiwa tragis yang bisa kita lacak melalui linimasa “facebook” masyarakat Nunukan yang acap postingannya cakap mengomel, mempersoalkan susahnya mendapati air bersih.

Baca Juga:  Annur Kaltara Arafah Berangkatkan 45 Jamaah, Dipenghujung 2022

Dalam upaya menanggulangi krisis air bersih, dilansir dari kaltarastories.com (2024), Pemerintah Kabupaten Nunukan menempuh tiga langkah strategis, di jangka pendek melalui pembagian air bersih di masyarakat dan pengeboran tanah untuk membuat sumur bor, di jangka menengah melalui pengerukan embung-embung PDAM, sedang di jangka panjang dengan memperbanyak jumlah embung.

Langkah strategis jangka panjang di atas membutuhkan anggaran yang tidak sedikit dan mustahil terwujud dalam tempo singkat, sedangkan jangka menengah belum juga terealisasi.

Adapun yang telah terealisasi adalah pengeboran tanah untuk membuat sumur bor yang entah berapa jumlah pastinya. 14 atau 15 buah sumur.

Kita patut mempertanyakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) apa yang digunakan Pemerintah Kabupaten Nunukan dalam membuat sumur bor ini.

Sebab pengeboran tanah dapat berdampak buruk bagi keseimbangan lingkungan pulau Nunukan, berikut keberlangsungan manusia dan makhluk hidup lainnya ke depan.

Tanpa kejelasan amdal, langkah pengeboran ini adalah wujud arogansi Pemerintah Daerah Nunukan.

Dampak yang paling buruk dan mengkhawatirkan adalah terbentuknya rongga di bawah permukaan tanah akibat diambilnya air tanah secara berlebihan. Rongga ini membuat tergusurnya pemukiman cacing dalam tanah dan hilangnya keseimbangan tekanan tanah.

Dampaknya kemudian mencakup longsor dan pergeseran bebatuan yang menopang tanah, menyebabkan tanah menjadi amblas.

Amblasnya permukaan tanah mempercepat penurunan tingkat tanah, yang pada gilirannya meningkatkan risiko banjir rob.

Jakarta adalah contoh konkret dari dampak buruk itu, dengan beberapa daerah mengalami banjir rob karena permukaan air laut yang lebih tinggi dari permukaan tanah.

Perlunya mengaitkan antara lingkungan dan kebijakan politik

Kalau kita mencintai lingkungan, masyarakat harus kritisi kebijakan Pemerintah Kabupaten Nunukan terkait pengeboran yang lalai terhadap isu-isu lingkungan.

Baca Juga:  PIP Perbatasan Sosialisasikan Vaksin Covid-19 Pada Masyarakat Sebatik

Mencintai lingkungan artinya mengakui hak asasi alam, bahwa yang menghuni alam bukan hanya manusia.

Memahami hak asasi alam dapat digunakan sebagai kerangka arah kebijakan politik lingkungan dalam mengatasi krisis air di Nunukan ke depannya.

Masyarakat juga harus mendesak Dinas Lingkungan Hidup Nunukan untuk mengedukasi pemerintah kabupaten terkait pentingnya penyelamatan lingkungan berbasis kurikulum hak asasi alam.

Agar supaya generasi sekarang dan yang akan datang tidak dirugikan dan tetap dapat menikmati kehidupan hijau di masa depan.

Loading

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kabar Lainnya

Nunukan

NUNUKAN – Bank Rakyat Indonesia (BRI) cabang Nunukan, merilis hasil investigasi kasus hilangnya uang nasabah bernama Betris, senilai kurang lebih Rp. 384 juta, Selasa,...

Olahraga

NUNUKAN – Sabri, salah satu Atlet panjat tebing asal Nunukan, yang pernah meraih medali emas (perorangan) pada PON XVII 2012 di Riau, Perunggu (perorangan)...

Hukum

Menanggapi keterlibatan dua angotanya, Syaiful menegaskan, tidak ada toleransi bagi anggotanya yang terlibat penyalahgunaan narkoba.

Nunukan

NUNUKAN – Bank Rakyat Indonesia (BRI) menggelar senam sehat, bertajuk ‘Bilang aja gak terhadap kejahatan perbankan’, di halaman Kantor Cabang BRI, Jalan TVRI, Nunukan...