NUNUKAN – Mahalnya tarif untuk muatan palka Kapal Pelni di Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan, Kalimantan Utara, menimbulkan gejolak masyarakat, khususnya para TKI asal Malaysia yang hendak pulang kampung.
Mayoritas TKI yang berasal dari Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur, kerap mengeluhkan biaya palka KM Lambelu dan KM Bukit Siguntang, yang mereka nilai terlalu mencekik.
‘’Hampir semua TKI yang mau pulang kampung menyuarakan keluhan tersebut. Kita tampung suara mereka, dan kita minta rapat dengar pendapat bersama DPRD dan Pelni,’’ ujar Ketua Lembaga Komunikasi Masyarakat Migran (LKMM) Nunukan, Sebastianus Pati Maran, dalam hering DPRD, Rabu (25/9/2024).
Keluhan para TKI dianggap penting oleh Sebastian.Mereka bukan pekerja kantoran atau diplomat sehingga tidak protes soal harga.
Di Malaysia, mereka adalah pekerja kasar seperti buruh perkebunan, petani, dan tukang batu.
‘’Mereka di Malaysia digaji tidak seberapa. Begitu pulang kampung harus keluar uang banyak untuk bayar bagasi barang. Mending kalau ratusan ribu, ini hampir Rp 10 juta,’’ kata Sebastian.
Lanjutnya PT Pelni, menerapkan harga, dengan patokan kubikasi barang.
‘’Tarif itu per kubik. Jadi satu gerobak yang akan dinaikkan ke palka kapal itu bisa membayar sampai Rp 9 jutaan. Ini tentu bukan harga yang sedikit bagi mereka. Inilah yang kami bawa ke forum DPRD, apakah bisa, tarif barang bawaan penumpang dibijaki menimbang aturan dibuat untuk kesejahteraan masyarakat, bukan untuk mencekik masyarakat,’’ kata Bastian.
Tanggapan PT Pelni Nunukan
Kepala Kantor Cabang PT Pelni Nunukan, Junarto, mengatakan, tarif bagasi/palka kapal, berlaku di seluruh Indonesia.
‘’Kita ada aplikasi my cargo. Semua tarif muatan palka tertera, berbeda beda, sesuai tujuan. Itu harga yang ditentukan pusat dan bukan kewenangan kami mengatur itu,’’ jawab Junarto.
Junarto menegaskan bahwa PT Pelni Nunukan sudah menerapkan kerja sesuai SOP dan regulasi yang diberlakukan sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Kendati demikian, PT Pelni juga melakukan langkah yang mendukung apa yang disuarakan LKMM Nunukan saat ini.
‘’Sebenarnya kami sudah pernah mengajukan pemberian diskon dua kali ke pusat. Tapi sekali lagi, kami hanya bisa bermohon, semua keputusan tentu pusat yang menentukan,’’ kata dia.
Hal tersebut, tak terkecuali dengan keresahan para TKI Malaysia yang hendak pulang kampung.
‘’Tentu keluhan ini kami teruskan ke pusat. Tapi mohon maaf, kami selaku cabang, hanya sebatas itu kemampuannya. Mari berdoa sama sama, agar ada keringanan untuk permasalahan yang disuarakan para TKI kita,’’ katanya.
DPRD akan pantau aktivitas penimbangan di Tunon Taka
Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk membijaki tarif muatan palka kapal Pelni inipun berakhir tanpa ada keputusan.
Ketua RDP, Rachma Leppa Hafid dan Arpiah, menyimpulkan untuk melakukan pemantauan kondisi penimbangan barang barang bawaan TKI Malaysia di pelabuhan Tunon Taka, untuk mendalami dan mempelajari kasusnya lebih jauh.
‘’Kita sementara belum bisa ambil keputusan terkait masalah ini. Yang pertama masalah tarif palka berlaku nasional, dan sementara ini, DPRD Nunukan belum ada ketua definitif, dan belum ada Alat Kelengkapan Dewan (AKD),’’ kata Arpiah.
‘’Dengan demikian, DPRD akan melayangkan surat ke PT Pelni untuk melihat langsung aktivitas penimbangan barang barang bawaan TKI di pelabuhan. Setelah itu, baru kita bisa menentukan langkah apa yang akan diambil,’’ tuntasnya. (Dzulviqor)