Connect with us

Hi, what are you looking for?

Opini

27 Detik

Penulis: Hendrawan R. WIjaya (Mahasiswa Universitas Hasanuddin, Makassar)

“Di Nunukan Barat itu anu Pak Lurah, panggillah RT – RT yang di kita kan, mulai sudah mendata. Bulan depan kasih saya datanya semuanya, mau ku verifikasi dulu. Ada sudah sistem datang nih, jadi mau dimasukan ke sistem; nama, nomor KTP sama nomor HP nya mereka, karena kita mau pakai SMS BOOM juga nanti dari Polres tuh, kita sudah kerjasama dengan Kepolisian”.

Demikian resume pesan suara berdurasi 27 detik, yang diduga bersumber dari Bupati Nunukan, dan memicu beragam reaksi dari masyarakat.

Bisa saja, publik memandang ini sebagai langkah revolusioner menuju transparansi pemerintahan, sehingga setiap warga Nunukan, dapat memutar dan mendengar berulang kali perintah yang disampaikan oleh pimpinan kepada bawahannya.

Namun sebagian juga beranggapan, betapa bobroknya komunikasi politik sang Bupati.

Mungkin dunia kepemimpinan kabupaten kita memasuki era baru, Bupati tidak lagi hanya diukur dari kebijakan, tetapi juga dari kemampuan vokal.

Dan sayangnya vokal beliau nadanya sumbang.

Kesibukan politik kita hari-hari ini adalah mendengarkan pesan suara 27 detik. Layaknya lagu hits, pesan suara diputar berulang kali, untuk memahami kandungan maknanya. Celakanya, makna yang di dapat tidaklah utuh, disebabkan ada percakapan yang hilang di situ.

Wajar saja, apabila kompliasi makna-makna akan terus terproduksi. Makna yang tercipta kemudian adalah tafsir masyarakat, bukan suatu kebohongan, ia melalui proses berpikir mandiri.

Dalam pesan suara 27 detik, secara eksplisit penutur mengandung perintah, instruksi yang menjalin kerja sama dengan Polres.

Penutur yakni Bupati Nunukan, menginstruksikan pak Lurah Nunukan Barat (petutur) agar memanggil RT dalam lingkup kelurahan terkait untuk di data warganya, kemudian diverifikasi lalu dimasukkan ke dalam sistem, upaya ini telah menjalin kerja sama dengan Polres.

Baca Juga:  Peran Pemuda Dalam Menghadapi Fenomena Politik Pilkada Nunukan 2024

Dari situ kita bisa membangun jalan pikiran, bahwa bahasa selain digunakan sebagai sarana komunikasi, ia juga merupakan senjata yang mengeluarkan peluru untuk mempertahankan kekuasan.

Melalui itu, penutur dapat menentukan atau menguasai petuturnya.

Menurut Zuhri Nasution (2007), menukil Ben Anderson menyatakan bahwa bahasa dalam perpolitikan digunakan bukan saja untuk menyatakan ide, pendapat atau pikirannya, tetapi juga menyembunyikan pikirannya yang mengandung kepentingan-kepentingan yang harus dipertahankan.

Lurah, RT dan Polres ikut tersangkut dalam pesan suara di atas.

Dilansir dari Kabarnunukan.com, “Lurah telah memberikan klarifikasi, bahwa pesan suara itu bertujuan mendata para calon penerima bantuan sosial dan tidak tahu-menahu perkara SMS Boom dan kerja sama dengan kepolisian yang dituturkan Bupati Nunukan”.

Pada sumber yang sama, pak Lurah menegaskan pesan suara itu telah terhapus darinya.

Tak mau ketinggalan, dilansir dari niaga.asia.com, Kapolres turut melakukan klarifikasi, “masyarakat tidak perlu meragukan ataupun khawatir dengan netralitas Kepolisian. Ini merupakan berita bohong. Anggota Kepolisian tidak memihak ataupun dukung-mendukung calon kepala daerah.

Lebih lanjut, pembuat rekaman suara dan penyebar informasi bohong, dimana dalam hal ini membawa-bawa nama institusi Kepolisian khususnya Polres, dapat dikenakan pelanggaran Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)”.

Dua klarifikasi ini baiknya kita dekati secara seksama. Pada klarifikasi Pak Lurah ada semacam upaya penghapusan jejak percakapan, dengan di hapusnya pesan suara itu.

Hal ini merupakan kesempatan emas bagi Polres Nunukan untuk melacak jejak digital Pak Lurah, sembari menanti klarifikasi dari Bupati Nunukan.

Pada klarifikasi Kapolres juga menuai kejanggalan. Berdasarkan klarifikasi Pak Lurah, sangat jelas pesan suara itu bersumber dari Bupati Nunukan, sementara Kapolres menyelipkan kata “diduga” suara Bupati.

Baca Juga:  Harapan Masyarakat Dapil 4 Nunukan Dalam Pilkada 2024

Kita patut menduga, ada apa gerangan ini? Di samping itu, Pak Kapolres menegaskan ini adalah berita bohong atau hoaks dan berkonsekuensi pada pelacakan sumber dan penyebar pesan suara untuk dijerat UU ITE.

Mengacu pada klarifikasi Pak Lurah, sesungguhnya yang harus dijerat UU ITE dalam pesan suara itu adalah Bupati, sebab ia adalah sumbernya.

Momen ini memperkuat thesis Rocky Gerung, tentang pencipta hoaks terbaik adalah pemerintah, dengan segala perangkat yang ia miliki.

Dalam perkara ini, Kapolres semestinya membuktikan hal itu dengan bertindak cekatan, melakukan pelacakan jejak digital karena pesan suara itu melahirkan berbagai tafsir juncto memalukan institusi kepolisian di Nunukan.

Maka dari itu, kita harus mendesak Polres segera memanggil Bupati Nunukan untuk dimintai keterangannya, agar netralitas yang digaungkan Kapolres benar adanya, tidak sebatas buah bibir belaka.

Bupati bagusnya cepat mengadakan klarifikasi, agar citra dan reputasinya tidak semakin memburuk. Cukup nada vokalnya saja yang sumbang.

Kehadiran Bupati dalam hal ini, diharapkan dapat memberikan penjelasan yang utuh terkait dengan pesan suara itu.

Agar kejernihan konteks dan pelanggar UU ITE segera diketahui publik.

Loading

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kabar Lainnya

Nunukan

NUNUKAN – Bank Rakyat Indonesia (BRI) cabang Nunukan, merilis hasil investigasi kasus hilangnya uang nasabah bernama Betris, senilai kurang lebih Rp. 384 juta, Selasa,...

Olahraga

NUNUKAN – Sabri, salah satu Atlet panjat tebing asal Nunukan, yang pernah meraih medali emas (perorangan) pada PON XVII 2012 di Riau, Perunggu (perorangan)...

Hukum

Menanggapi keterlibatan dua angotanya, Syaiful menegaskan, tidak ada toleransi bagi anggotanya yang terlibat penyalahgunaan narkoba.

Nunukan

NUNUKAN – Bank Rakyat Indonesia (BRI) menggelar senam sehat, bertajuk ‘Bilang aja gak terhadap kejahatan perbankan’, di halaman Kantor Cabang BRI, Jalan TVRI, Nunukan...