NUNUKAN, KALIMANTAN UTARA – Ratusan kepala keluarga (KK) transmigran di SP 5 Sebakis, Nunukan, Kalimantan Utara, secara tegas menuntut kejelasan nasib di hadapan DPRD Nunukan pada Senin (23/6/2025).
Sebanyak 230 KK ini masih berjuang untuk hak lahan usaha dan plasma yang dijanjikan pemerintah sejak hampir 13 tahun lalu, menimbulkan penderitaan berkepanjangan.
Sugeng, perwakilan transmigran, mengungkapkan kekecewaan dalam rapat dengar pendapat tersebut.
“Kami dijanjikan kehidupan lebih baik. Aturannya, lahan garapan dibagikan paling lama lima tahun, namun setelah hampir 13 tahun, belum juga kami terima.” ujarnya.
Ironisnya, banyak transmigran kini meninggal di lokasi atau terpaksa membanting tulang demi pulang kampung sebagai “transmigran gagal.”
Mereka hanya menerima rumah tinggal dan pekarangan seluas 25×100 meter persegi, sementara hak atas Lahan Usaha (LU) I (0,75 ha) dan LU II (2 ha) tak kunjung ada kejelasan.
“Kami lelah tanpa kejelasan, berharap pertemuan di DPRD ini menghasilkan solusi,” harap Sugeng.
Tumpang Tindih Lahan Hambat Penyelesaian
Kepala Disnakertrans Nunukan, Masniadi, tidak menampik penderitaan transmigran.
Ia menjelaskan berbagai upaya pemda, termasuk koordinasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi.
“Kami menemukan solusi: lahan 52,19 hektare yang dikelola PT SIP sedang kami urus pelepasannya. Jika diserahkan, masalah LU I bisa selesai,” kata Masniadi.
Dia mengakui ada kesalahan prosedur pengiriman transmigran; lahan yang dijanjikan ternyata sudah dikuasai masyarakat atau masuk HGU perusahaan.
Solusinya, pemerintah meminta PT SIP melepas 52 hektare.
Namun, Nunung Riyanto dari PT SIP menyatakan timnya sedang mengkaji perbedaan data luasan lahan.
“Kami ingin kejelasan batas dulu, baru mempertimbangkan pelepasan, mengacu aspek hukum, sosial, dan bisnis,” jelas Nunung.
DPRD Nunukan Desak Tindakan Konkret
Anggota DPRD Nunukan mendesak Pemkab segera mengagendakan pertemuan dengan Kementerian di Jakarta, menilai masalah ini bermula dari kesalahan awal karena ketiadaan lahan garapan.
“Saya berharap rapat ini merekomendasikan pertemuan dengan Kementerian. Ajak perwakilan transmigran, OPD, dan DPRD. Kita kawal kasus ini sampai tuntas,” ujar Andre Pratama.
Usulan Andre didukung Rian Antony, yang menegaskan kesalahan pada awal pengiriman transmigran adalah domain Kementerian.
“Segera kita agendakan ke Kementerian. Bapak-bapak transmigran, bersabar lagi. Kami peduli Anda semua. Mari bersama selesaikan masalah ini,” kata Rian.
Anggota DPRD lain, Gat Khaleb mengingatkan Pemda menagih janji perusahaan untuk menyerahkan lahan.
“Ada kesepakatan tertulis PT SIP siap mengganti. Ini potensi konflik besar. Dinas terkait harus segera menuntut perusahaan menyerahkan LU I,” tegas Gat.
Perjalanan Panjang Kasus
Sebagai informasi, penempatan 230 KK transmigran di Nunukan berdasarkan kerja sama Pemkab Nunukan dan Pemkab Klaten (Surat No. 2 Tahun 2013).
Perjanjian menyatakan transmigran menerima lahan pekarangan 0,25 hektare saat penempatan, serta LU I 0,75 hektare dan LU II 2 hektare dalam dua tahun.
Namun, setelah hampir 13 tahun, lahan belum tersedia, memicu tuntutan keras.
Disnakertrans Nunukan kesulitan menyelesaikan ini karena lahan di lapangan dikuasai masyarakat. (Dzulviqor)
