NUNUKAN, KN – Di balik terik Nunukan, Kalimantan Utara yang menyengat, ada suara ombak yang tak pernah berhenti. Itu adalah suara alam dari Laut Sulawesi, perbatasan maritim yang menjadi “halaman depan” Indonesia. Di sinilah para prajurit TNI Angkatan Laut bekerja setiap hari mempertaruhkan nyawa di antara gelombang ganas dan perahu-perahu gelap penyelundup.
Rabu (10/9/2025) siang tadi, lapangan Dwi Kora di Mako Lanal Nunukan dipenuhi barisan seragam putih Jalasena yang tegap di bawah terik matahari. Mereka menggelar upacara peringatan Hari Jadi ke-80 TNI AL dengan khidmat.
Di balik seremonial ini, terdapat narasi yang lebih dalam, yakni, janji senyap untuk mengawal visi besar “Indonesia Emas 2045.”
Danlanal Nunukan, Letkol Laut (P) Primayantha Maulana Malik, membacakan amanat Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), Laksamana TNI Muhammad Ali. Ia menyoroti pentingnya sinergi dan kepatuhan hukum.
Di Nunukan, amanat ini menjadi panduan hidup, sebab wilayah ini adalah jalur utama penyelundupan narkoba, barang ilegal, hingga perompakan.
Oleh karena itu, sinergi antara TNI AL, Bea Cukai, Kepolisian, dan instansi lain menjadi kunci untuk setiap keberhasilan operasi.
Sejarah mencatat, TNI AL lahir dari Badan Keamanan Rakyat (BKR) Laut pada 10 September 1945. Delapan dekade pengabdian melahirkan banyak kisah heroik, termasuk di Nunukan. Meskipun kehadiran KRI Brawijaya-320 sebagai bagian dari modernisasi armada menjadi kebanggaan, yang paling utama adalah kerja keras prajurit di lapangan yang tidak terlihat publik.
Peringatan hari jadi ini menjadi momen refleksi. Saat Letkol Primayantha menutup amanatnya, pesan utamanya adalah bagaimana dedikasi para prajurit.
Di Nunukan, “Indonesia Emas” adalah tugas harian yang mereka jalani dengan keringat dan keberanian.
Jadi, saat dunia berbicara tentang visi masa depan, di Nunukan, visi itu sudah terwujud di setiap patroli senyap mereka. (Dzulviqor)
