NUNUKAN,KN – Sebuah kisah tragis dan memilukan menjadi sorotan warga Nunukan, Kalimantan Utara. Seorang ibu rumah tangga, SA (30), tega menyiksa anak kandungnya yang masih balita, usai mengetahui sang suami siri memiliki keluarga lain.
Akibat penganiayaan keji itu, tubuh mungil sang bocah laki-laki berusia tiga tahun itu penuh luka lebam, benjolan, dan diduga mengalami patah tulang.
Penyiksaan ini ternyata bukan kali pertama. Menurut Kasi Humas Polres Nunukan, Ipda Sunarwan, SA kerap menjadikan putranya sebagai sasaran luapan emosi dan cemburunya terhadap sang suami siri, berinisial SDM.
“Kejadiannya sudah sering. Pelaku menjadikan anaknya sasaran kemarahan akibat rasa cemburu dan kecewanya terhadap suami sirinya,” ujar Sunarwan, Kamis (7/8/2025).
Pemicu utama kekerasan ini adalah pengakuan SDM yang baru berterus terang bahwa ia sudah memiliki istri dan anak di Sungai Nyamuk, Pulau Sebatik.
Pengakuan ini memicu amarah SA, terlebih setelah mengetahui hubungan pernikahan siri mereka yang sudah berlangsung sejak 2022.
“Pengakuan suami terduga pelaku memicu kemarahan dan kekecewaan. Ia melampiaskan emosinya kepada anak kandungnya,” jelas Sunarwan.
Pada insiden terakhir, SA menganiaya korban hingga kondisinya sangat memprihatinkan. Wajahnya penuh lebam dan benjolan, seolah menjadi korban pengeroyokan.
Tak hanya itu, pergelangan tangan si bocah juga mengalami gejala patah tulang.
SA sering kali melakukan aksinya saat suaminya pergi bekerja sebagai buruh rumput laut.
Lingkungan pesisir Nunukan Selatan yang sepi saat pagi hari membuat aksi SA luput dari perhatian warga sekitar.
“Sebenarnya suaminya tahu anaknya sering disiksa istrinya. Ia tidak berani melawan juga. Tapi begitu kondisi anaknya sangat parah akibat penyiksaan istrinya, ia akhirnya melaporkannya ke polisi,” lanjut Sunarwan.
Proses Hukum dan Masa Depan Korban
Saat ini, polisi telah mengamankan SA dan menitipkannya di ruang tahanan Mapolsek KSKP Nunukan.
Ia dijerat dengan Pasal 80 ayat (2) dan ayat (4) Jo Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang ancaman hukumannya bisa mencapai 10 tahun penjara.
Sementara itu, ayah kandung korban mengasuhnya. Karena status pernikahan siri, pasangan ini tidak memiliki dokumen penting seperti surat nikah, akta kelahiran anak, maupun Kartu Keluarga (KK).
Polres Nunukan pun telah berkoordinasi dengan Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DSP3A) untuk membantu pengurusan dokumen tersebut dan memberikan pendampingan psikologis bagi korban.
Hal ini penting untuk memastikan hak-hak dasar anak terpenuhi dan trauma yang dialaminya dapat dipulihkan. (Dzulviqor)
