NUNUKAN, KN — Sekitar 2.600 pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) paruh waktu di Nunukan, Kalimantan Utara, masih menelan pil pahit. Meskipun telah lolos seleksi, mereka belum juga mendapatkan surat keputusan (SK). SK dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang menentukan nasib mereka hingga kini tak kunjung terbit.
Ketidakpastian ini diperparah dengan ramainya rumor di media sosial yang menyebutkan SK akan keluar 1 Oktober 2025. Namun, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Nunukan, Sura’i, membantah tegas informasi tersebut.
“Kita masih menunggu petunjuk teknis dari BKN. Memang di medsos ramai SK akan dibagikan 1 Oktober, tapi kita belum ada tembusan itu,” ungkapnya.
Sura’i juga menjelaskan bahwa mereka tidak akan melakukan pelantikan bagi PPPK paruh waktu. Proses ini berbeda dengan PPPK penuh waktu.
“Tidak ada pelantikan, hanya di-SK-kan saja. Jadi, yang keluar itu Nomor Induk PPPK paruh waktu,” ujarnya.
Keterbatasan Anggaran Hambat Pengangkatan Penuh
Menurut Sura’i, posisi PPPK paruh waktu sangat strategis. Mereka bisa mengisi kekosongan saat ada PPPK penuh waktu yang mengundurkan diri atau saat ASN pensiun. “SK PPPK paruh waktu akan berguna pada saat ada PPPK penuh waktu yang mengundurkan diri,” katanya.
Prioritas pengangkatan menjadi PPPK penuh waktu dilihat berdasarkan perankingan awal. Tim akan mempertimbangkan latar belakang pendidikan dan spesifikasi. “Di Kabupaten Nunukan ini, setiap tahun lebih dari 100 ASN pensiun. Itu kesempatan mereka (PPPK paruh waktu) untuk diangkat jadi penuh waktu,” ia menambahkan.
Namun, salah satu kendala utama yang menghalangi pengangkatan ribuan honorer ini adalah keterbatasan anggaran daerah. Sura’i menyebutkan, postur belanja pegawai sudah mencapai 29,47% dari batas maksimal 30%. “Kalau kami mengangkat penuh waktu semua, belanja pegawai kita di angka 44 persen, dan itu tidak dibenarkan serta melanggar aturan,” tegasnya.
Alokasi Gaji dan Harapan di Lapangan
Sementara itu, mengenai gaji, PPPK paruh waktu akan menerima upah minimal yang sama dengan saat mereka masih berstatus pegawai non-ASN. Upah ini juga sesuai dengan upah minimum yang berlaku di wilayah tersebut. Sura’i menjelaskan, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) masing-masing mengalokasikan anggaran gaji ini.
Secara rinci, gaji untuk PPPK paruh waktu di bidang teknis sekitar Rp1,7 juta per bulan. Gaji guru disesuaikan dengan aturan dana BOS, sedangkan gaji tenaga kesehatan (nakes) diambil dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
“Pesan kami untuk para guru di wilayah terpencil, harap sabar. Mohon keikhlasan dan pengabdiannya,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Sura’i mengatakan, mereka telah membahas permasalahan PPPK paruh waktu di Nunukan. Pembahasan ini dilakukan dalam rapat evaluasi di Yogyakarta yang dihadiri 46 Kepala BKD, BKPSDM, dan BKPP se-Kalimantan. Meskipun masih jauh dari ideal, Sura’i berharap tambahan 2.600 PPPK paruh waktu—yang terdiri dari kategori R2, R3, R4, dan R5—dapat membantu mengisi kebutuhan ASN di daerah.
Pada akhirnya, Kabupaten Nunukan idealnya membutuhkan sekitar 7.000-an ASN, sedangkan saat ini hanya memiliki sekitar 3.400 ASN.
“Dengan tambahan PPPK penuh waktu dan PPPK paruh waktu, meskipun masih di bawah 7.000, sudah sangat membantu,” pungkasnya. (Dzulviqor)
