NUNUKAN, KN—Di balik gegap gempita program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjangkau ribuan anak di Nunukan, Kalimantan Utara, tersimpan kisah pilu yang sering luput dari sorotan. Sarman Armain, seorang bocah 11 tahun, hanya bisa menatap teman-temannya menyantap makanan dengan lahap. Penyakit leukemia yang ia derita membuatnya tidak bisa menikmati menu MBG.
Setiap hari di SDN 001 Nunukan Selatan, Sarman hanya bisa menelan ludah. Ia harus menolak jatah makanannya sendiri karena kondisinya tidak memungkinkan.
“Sarman Armain tidak bisa makan MBG karena penyakitnya. Ia hanya bisa makan menu yang orang tuanya siapkan,” ujar Marwan, SPPG Nunukan Selatan.
Kerelaan Sebuah Keluarga di Balik Program Nasional
Sebagai seorang anak, godaan untuk mencoba apa yang teman-temannya makan begitu kuat. Suatu hari, Sarman nekat mencicipi jatah MBG-nya. Akibatnya fatal. Tubuhnya langsung bereaksi, dan ia merasakan lemas serta sakit kepala hebat.
“Bekal makanan Sarman biasanya hanya yang orang tuanya masak kukus. Tapi karena penasaran, ia ikut makan. Akhirnya, tubuhnya tidak mentoleransi menu MBG yang kita bagikan,” tutur Marwan.
Pihak sekolah sebenarnya sudah berinisiatif membuatkan menu khusus bagi Sarman. Namun, keluarga menolak usulan itu. Mereka memilih untuk tetap menyediakan bekal sendiri demi menjaga nutrisi Sarman.
“Keluarga merelakan jatah anaknya diberikan untuk anak-anak lain yang mau nambah, atau diberikan ke guru. Jadi, kami tetap siapkan jatah untuk Sarman,” kata Marwan.
Perjuangan yang Tak Selalu Berada di Ruang Kelas
Sarman kini lebih sering tidak masuk sekolah. Rutinitas kemoterapi membuatnya lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit. Oleh karena itu, kisahnya mengingatkan kita, di balik program besar, ada perjuangan pribadi yang tak semua orang tahu.
Ini adalah cerita tentang seorang anak yang berjuang melawan penyakit di tengah godaan makanan yang terhidang di depan matanya, serta sebuah keluarga yang rela berkorban demi kesehatan anaknya.
Proyek MBG di Nunukan Selatan sendiri, yang Yayasan Abi Al Ummi milik Marwan kerjakan, melayani 3.429 anak sekolah.
Meskipun demikian, di antara ribuan penerima manfaat, kisah Sarman menunjukkan, setiap anak memiliki kebutuhan yang berbeda, dan perjuangan melawan penyakit seringkali jauh lebih berat daripada sekadar mencari makanan. (Dzulviqor)
![]()







































