Laporan Reporter Radio STI (S Priyadi)
TANJUNG SELOR, KN – Bastian Lubis, mantan Ketua Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP), sering melontarkan kritikan pedas terhadap Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara). Banyak yang menilai kritikan ini hanya untuk menciptakan kegaduhan.
Selain itu, kritikan tersebut juga dianggap sebagai upaya mengalihkan perhatian dari kegagalannya sendiri saat menjabat, terutama terkait janji manisnya untuk mendatangkan dana triliunan rupiah.
Gagal Realisasikan Janji Rp1,8 Triliun
Menurut Syafaruddin Thalib, seorang pegiat media sosial, Bastian Lubis tidak memiliki niat baik untuk memajukan Kaltara dengan kritik-kritiknya. Sebaliknya, ia melihat kritikan itu sebagai ‘kambing hitam’ atas kegagalannya saat memimpin TGUPP.
Syafaruddin menjelaskan, Bastian Lubis pernah berjanji akan mendatangkan pendapatan daerah hingga Rp1,8 triliun untuk Kaltara. Namun, janji itu tidak pernah terwujud hingga ia berhenti dari jabatannya.
“Anggaran ini tidak ada. Oleh karena itu, ia mencari kambing hitam. Seolah-olah ada pihak lain yang salah sehingga Bastian Lubis tidak bisa merealisasikan apa yang sudah ia sampaikan,” ujar Syafaruddin, Minggu, (21/9/2025)
Pernyataan Kontroversial Soal Pagu Anggaran
Baru-baru ini, Bastian Lubis kembali membuat pernyataan kontroversial. Ia menuduh Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kaltara sebagai satu-satunya orang yang menentukan pagu anggaran perangkat daerah.
“Pernyataan ini tidak masuk akal. Memangnya sebesar apa kekuasaan seorang Kepala BKAD sampai bisa menentukan pagu semua perangkat daerah?” tanya Syafaruddin.
Bantahan Berdasarkan Aturan yang Berlaku
Syafaruddin membantah keras tuduhan tersebut dengan merujuk pada peraturan yang berlaku. Ia menegaskan, penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan proses kolektif yang diatur oleh berbagai undang-undang dan peraturan.
Ia mengutip Pasal 1 Ketentuan Umum Point 71 dan 72 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019, yang menjelaskan tugas Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) dan Bendahara Umum Daerah (BUD) sebagai pengelola APBD, bukan penentu pagu anggaran.
“Penyusunan APBD adalah satu kesatuan, dari tahap perencanaan sampai dengan pelaksanaan,” jelas Syafaruddin.
Selanjutnya, ia menekankan bahwa alokasi anggaran merupakan kesepakatan antara Kepala Daerah dan DPRD. Kesepakatan ini telah melalui pembahasan bersama yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 Pasal 92.
Dengan demikian, Kepala BKAD tidak memiliki otoritas untuk menentukan besaran anggaran setiap perangkat daerah. Kepala BKAD hanya menampung anggaran yang sifatnya tidak terduga dan belanja transfer, seperti belanja bagi hasil pajak dan bantuan keuangan.
“Jelas, pernyataan Bastian Lubis bertolak belakang dengan fakta dan aturan yang ada,” pungkas Syafaruddin.
![]()







































