NUNUKAN, KN—Peristiwa tragis yang merenggut dua nyawa dalam kecelakaan speed boat di perairan dekat Dermaga Tradisional Haji Putri, Nunukan, sudah hampir tiga bulan berlalu. Namun, luka itu kembali menganga.
Pada Senin, 28 Juli 2025, sebuah speed boat penumpang bertabrakan dengan speed boat kargo SB Borneo Ekspress 02. Tabrakan ini menewaskan Rexsi Joseph Kabelen (23), motoris, dan penumpangnya, Siti Nurharisa (24), setelah berjuang di ICU RSUD Nunukan.
Kesepakatan yang Tak Terlaksana
Para pemangku kepentingan menggelar beberapa pertemuan dan rapat berulang kali. Bahkan, mereka memperdebatkan status Dermaga Haji Putri yang ilegal dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD Nunukan. Selain itu, pemilik SB Borneo Ekspress 02 dan keluarga korban juga mencapai kesepakatan damai.
Pemilik kapal kargo, Supriyono, sepakat menanggung biaya pengobatan dan pemakaman, serta memberikan santunan. Sebagai imbalannya, keluarga korban setuju untuk tidak menempuh jalur hukum terhadap Supriyono dan nakhoda Mohammad Sabir. Mereka membuat kesepakatan ini pada 27 Agustus 2025. Namun, sampai hari ini, pemilik kapal tidak merealisasikan satu pun poin kesepakatan.
Keluarga Korban Geram dan Menuntut
Kekecewaan ini mendorong keluarga korban beramai-ramai mendatangi Kantor KSOP Nunukan pada Rabu, 1 Oktober 2025. “Kami datang ke sini untuk meminta bantuan agar pemilik SB Borneo Ekspress 02 segera menepati perjanjian,” ujar Sopian Atung, perwakilan keluarga korban. “Sudah tiga bulan, tapi mereka tidak memenuhi satu poin pun dari kesepakatan.”
Sopian tahu kasus ini menjadi tanggung jawab Koordinator KSOP di Tarakan. Meskipun demikian, ia meminta KSOP Nunukan sebagai perpanjangan tangan untuk menyampaikan tuntutan mereka. “Kami tidak mau mencampuri proses hukumnya. Kami hanya ingin pemilik speed boat menjalankan kesepakatan hitam di atas putih,” tegasnya.
Ia memberikan batas waktu 1×24 jam. “Kalau besok kami belum mendapat jawaban, jangan sampai isu ini membesar. Kami akan mencari speed boat-nya, dan tentu kami semua tidak ingin kasus ini menjadi besar,” ancam Sopian.
Proses Hukum yang Ganjil
Keluarga semakin kecewa melihat proses hukum yang ganjil. Nakhoda, Mohammad Sobir, bebas. Di sisi lain, pihak berwenang juga melepaskan speed boat SB Borneo Ekspress 02.
“Keluarga tidak menerima santunan apa pun sejak kejadian. Sementara itu, mereka tidak menahan tersangka, dan melepaskan speed boat-nya. Ini terus terang menyakitkan kami,” keluhnya.
Kepala KSOP Nunukan, Kosasih, berjanji akan mengklarifikasi komitmen tersebut kepada pemilik SB Borneo Ekspress 02. “Mungkin kami kurang tahu ada kesepakatan itu. Saya akan tanyakan kepada KSOP Tarakan selaku koordinator kasus ini. Saya usahakan secepatnya,” jawabnya.
Kosasih menjelaskan, nakhoda bebas karena pengacaranya menjaminnya. Selain itu, ada berkas yang belum lengkap, yaitu keterangan saksi dari RSUD Nunukan. Sementara itu, ia mengklarifikasi bahwa status kapal bukan pinjam pakai, melainkan “pinjam rawat.”
Kronologi Kecelakaan Maut
Insiden tabrakan terjadi pada Senin, 28 Juli 2025, sekitar pukul 14.20 WITA. Kecelakaan ini melibatkan speed boat kargo SB Borneo 02 Express dan speed boat penumpang. Akibat benturan keras, kapal penumpang terbelah dua.
Menurut Danlanal Nunukan Letkol Laut (P) Primayantha Maulana Malik, Borneo 02 Ekspress berlayar sesuai alur pelayaran. Tiba-tiba, kapal cepat 40 PK memotong haluannya, sehingga terjadi tabrakan. Nakhoda Borneo 02 Ekspress mengaku tidak melihat kapal yang melintas karena tumpukan 31 koli barang menghalangi pandangannya. Ia juga mengaku sedang melihat GPS di ponselnya untuk memastikan alur.
Polisi sebelumnya telah menetapkan Mohammad Sobir sebagai tersangka. Namun, investigasi menemukan bahwa kedua speed boat itu tidak memiliki Surat Izin Berlayar (SIB) maupun Sertifikat Kecakapan Kapal (SKK).
Tiga bulan setelah tragedi, kasus ini tidak hanya menyisakan duka mendalam. Ia juga menyoroti janji yang tidak terpenuhi dan proses hukum yang membingungkan. (Dzulviqor)
![]()







































