NUNUKAN, KALIMANTAN UTARA- Wakil Ketua DPRD Nunukan, Arpiah, tak kuasa menyembunyikan keprihatinannya. Wajahnya menggambarkan kegelisahan mendalam melihat maraknya remaja yang masih berkeliaran di jalanan Nunukan hingga larut malam.
Baginya, ini bukan sekadar pemandangan biasa, melainkan sinyal bahaya yang mengancam masa depan generasi muda di perbatasan RI-Malaysia.
Arpiah menyerukan penerapan jam malam sebagai langkah krusial untuk membendung perilaku yang mengundang risiko besar ini.
“Kadang kita heran, apa orang tuanya tidak mencari karena jauh malam masih di luar?” tanya Arpiah, menggambarkan betapa ironisnya situasi ini, Selasa (24/6/2025).
Ia menekankan bahwa salah satu cara paling efektif untuk mencegah anak-anak remaja keluyuran di jalan hingga dini hari adalah dengan pemberlakuan jam malam.
Jam Malam, Bukan Sekadar Aturan, tapi Pelindung!
Arpiah menjelaskan bahwa kebiasaan keluyuran malam memicu berbagai dampak negatif yang serius.
Secara kesehatan, remaja rentan mengalami gangguan tidur atau sleep disorder akibat kurang istirahat. Ditambah lagi, konsumsi makanan cepat saji yang identik dengan gaya hidup malam, meningkatkan risiko obesitas dan masalah jantung.
“Anak-anak usia sekolah di Nunukan, banyak yang tak menghargai waktu. Bahkan hingga larut malam, pemandangan anak-anak remaja di pinggir jalan masih cukup banyak ditemui,” ungkap Arpiah.
Kondisi ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi semua pihak, terutama orang tua.
“Bagaimana kita mendisiplinkan anak, dan memahamkan mereka untuk menghargai waktu,” ujarnya.
Lebih dari itu, Arpiah memperingatkan bahwa pergaulan di jalanan pada malam hari membuka celah bagi remaja untuk terjebak dalam pergaulan tidak sehat, mulai dari penyalahgunaan miras dan narkoba, hingga pergaulan bebas yang merusak moral dan masa depan mereka.
Ia bahkan mengungkapkan fakta mengejutkan adanya grup media sosial berisi obrolan tak wajar hingga perbuatan asusila yang melibatkan remaja Nunukan.
Ini semakin memperkuat urgensi pemberlakuan jam malam.
Peran Orang Tua dan Solusi Komprehensif
Pemberlakuan jam malam memang krusial, namun Arpiah menyadari bahwa ini tidak bisa berjalan sendiri tanpa dukungan penuh dari orang tua.
Ia mendorong orang tua untuk menciptakan ruang komunikasi yang aman dan terbuka agar remaja merasa nyaman berbagi kegiatan mereka. Sayangnya, ia melihat banyak orang tua yang seolah menyerah menghadapi pergaulan anaknya.
“Cara menasihati juga sudah tidak relevan karena mereka di era Gen Z, yang tentunya tak akan ‘nyambung’ dengan era kolonial istilahnya,” kata Arpiah, menyoroti jurang komunikasi antar generasi.
Oleh karena itu, ia menyarankan pendekatan yang lebih modern, seperti konselor sebaya, untuk meminimalisir penolakan dari anak saat dinasihati.
Untuk melengkapi upaya preventif ini, Arpiah bahkan mendirikan Yayasan Rumah Kita Berkah Sejahtera.
Yayasan ini memiliki tiga pilar program: edukasi religi untuk membentuk generasi yang berakhlak, konseling profesional yang dibimbing psikolog dan guru BK, serta segmen bisnis yang mengajarkan remaja menghasilkan uang tanpa modal melalui ponsel.
“Pengaruh ekonomi cukup dominan,” kata Arpiah.
“Ketika anak-anak kita ajarkan berbisnis melalui HP, bisa menghasilkan uang tanpa mengeluarkan banyak modal, salah satu keinginan mereka bisa terpenuhi.” imbuhnya.
Pemberlakuan jam malam, didukung dengan komunikasi aktif orang tua dan program pendukung seperti yang digagas Arpiah, bukanlah sebuah batasan, melainkan investasi untuk masa depan generasi muda Nunukan yang lebih aman dan berkualitas.
Sudah siapkah kita bersama-sama melindungi mereka?
Apakah menurut Anda jam malam menjadi solusi paling efektif, atau ada pendekatan lain yang juga perlu dipertimbangkan? (Dzulviqor)
