NUNUKAN, KN – Petugas Imigrasi Nunukan, Kalimantan Utara, kembali mendeportasi enam warga negara Malaysia yang kedapatan masuk secara ilegal ke wilayah Indonesia. Keenamnya dideportasi karena nekat melintas tanpa dokumen keimigrasian demi menyantap bakso di Pulau Sebatik.
Deportasi terakhir ini dilakukan pada Senin, 3 November 2025, melengkapi deportasi dua WN Malaysia lain yang telah dilakukan lebih dulu.
Kronologi Penangkapan Gara-gara Kuliner
Awal mula insiden ini terjadi ketika Tim Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Inteldakim) Imigrasi Nunukan mendapati total delapan WN Malaysia pada Senin (20/10/2025). Mereka terdeteksi masuk secara ilegal melalui Dermaga Lale Sallo, Sungai Pancang, sekitar pukul 15.20 Wita.
Motif kedatangan mereka sangat unik dan sederhana. Kelompok keluarga besar ini mengaku hanya ingin menikmati semangkuk bakso yang terkenal di depan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Sebatik.
”Mereka ada acara kenduri di Tawau. Setelah selesai, salah satu di antara mereka menyarankan untuk ke Sebatik saja. Kebetulan dia sering ke Sebatik dan tahu jalurnya,” tutur Kepala Seksi Teknologi dan Informasi Keimigrasian (Tikim) Kantor Imigrasi Nunukan, Iwan, melalui keterangan tertulis, Selasa (4/11/2025).
Iwan menjelaskan , Tim Inteldakim mengamankan para warga negara Malaysia tersebut karena memiliki ikatan keluarga. Selanjutnya, kelompok ini, yang datang dari Semenanjung dan Negeri Sembilan, Malaysia, tidak menyangka perjalanan singkat untuk wisata kuliner itu berujung pada penangkapan.
Perbedaan Nasib Dua Pasangan Suami Istri
Dari total delapan orang yang diamankan, Imigrasi Nunukan membagi penanganannya menjadi dua kloter.
- Kloter Pertama: Petugas mendeportasi lebih dulu pasangan suami istri Hassaniah Binti Omar (59) dan W Kamarudin Bin W Ahmad (62)Hassaniah Binti Omar (59) dan W Kamarudin Bin W Ahmad (62) pada Selasa (28/10/2025). Dokumen keimigrasian kedua orang ini lengkap.
- Kloter Kedua: Enam WN Malaysia lainnya: Wan Hafizuddin Bin W Kamaruddin (30), Ajurah Binti Amat (33), Aidah Binti Amat (38), Shafrizul Bin Ramliee (31), Nur Ain Binti Mustafa (36), dan Norfalini Binti Husairi (39).
Kelompok kedua ini hanya berbekal Kartu Identitas (IC) Malaysia, sehingga mereka harus menunggu hasil verifikasi identitas resmi dari Kedutaan Malaysia di Pontianak.
Pesan Tegas di Wilayah Perbatasan
Setelah proses verifikasi rampung, Imigrasi Nunukan melakukan deportasi enam orang ini pada Senin, 3 November 2025.
Deportasi ini didasarkan pada Pasal 113 dan/atau Pasal 119 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Imigrasi mengenakan tindakan administratif berupa deportasi dan pencekalan untuk memberikan efek jera.
”Kita lakukan sebuah warning tegas bahwa masuk negara lain, wajib memiliki dokumen resmi yaitu paspor,” tegas Iwan.
Petugas Inteldakim mengawasi secara langsung seluruh proses keberangkatan untuk memastikan pelaksanaan deportasi berjalan sesuai prosedur hukum dan menjunjung tinggi prinsip kemanusiaan.
Tindakan ini melanjutkan komitmen Imigrasi Nunukan sebagai garda terdepan dalam pengawasan keimigrasian di perbatasan Indonesia–Malaysia. Tujuannya adalah menjaga kedaulatan negara dan memastikan setiap perlintasan berlangsung aman, tertib, serta sesuai ketentuan yang berlaku.
![]()







































