Catatan Reporter Olahraga STI FM (S Priyadi)
Jantung saya berdebar-debar. Bukan karena sedang jatuh cinta. Bukan juga karena dikejar-kejar. Tapi karena ada satu pertandingan yang membuat drama, intrik, dan perjuangan memuncak di lapangan hijau Stadion Sei Bilal.
Ini final.
Final yang mempertemukan rival abadi di Nunukan. Dua tahun terakhir, dua tim ini selalu jadi buah bibir.
Bagi pecinta bola Nunukan, saya yakin kita semua merasakan hal yang sama. Final ini adalah babak penentu dari sebuah drama panjang yang bertajuk balas dendam.
Dan di sinilah letak menariknya.
Sang Penantang yang Penuh Luka
Saya teringat betul drama setahun lalu. Lanto FC berhasil keluar sebagai juara, tapi langkah mereka penuh duri. Di semifinal, mereka harus bertemu Perseto FC. Laga itu begitu ketat, hingga harus ditentukan lewat adu penalti.
Lanto menang 6-7. Kemenangan yang begitu menyakitkan bagi Perseto, karena mereka harus melihat Lanto melenggang ke final dan akhirnya jadi juara setelah mengalahkan Pongtiku FC.
Tahun ini, ceritanya terbalik. Perseto datang lebih dulu, menunggu di final. Jalan mereka menuju laga puncak sungguh luar biasa, penuh dengan drama dan kejutan. Mereka adalah tim pertama yang mengamankan tempat di laga puncak.
Sejak awal, mereka telah menunjukkan mental baja. Kemenangan 2-0 di babak penyisihan melawan SMK Brother diwarnai penalti kontroversial, sebuah fakta kalau setiap langkah mereka tidak mudah.
Puncaknya, saat mereka bertemu Dewantara R4. Sempat tertinggal, Perseto tidak panik. Mereka justru melakukan comeback sensasional dan membalikkan keadaan. Itu bukti nyata kalau mereka tidak kenal menyerah.
Tekanan berlanjut di perempat final dengan menaklukkan Kaliber FC, sebelum akhirnya mengamankan tiket final setelah mengalahkan Nankatsu FC.
Kini, mereka siap membayar lunas kekalahan menyakitkan tahun lalu.
Ini seperti saat Borussia Dortmund berhasil mencapai final Liga Champions 2024, setelah sebelumnya kalah menyakitkan di final 2013 dari rival abadi mereka, Bayern Munich.
Jalan mereka ke final dipenuhi rasa penasaran. Apakah mereka akan mengobati luka lama atau kembali menelan pil pahit?
Sang Raja di Jalur Dominasi
Di sisi lain, ada Lanto FC. Sang raja bertahan yang melaju tanpa cela.
Di babak penyisihan, Oyen mencetak hat-trick, sementara Andra tak mau kalah dengan membukukan tiga gol lainnya.
Mereka bermain tanpa kompromi, seolah ingin menunjukkan status mereka sebagai tim yang harus diwaspadai.
Namun, di babak 16 besar, mereka dipaksa berjuang hingga adu penalti saat bertemu MBM FC.
Di momen itu, mental juara mereka terlihat. Ketenangan mereka di bawah tekanan sangat luar biasa.
Di semifinal, Lanto tampil sangat dominan, mengalahkan Gapindo FC 3-0 dengan meyakinkan. Kemenangan ini mengirim pesan jelas kepada Perseto “Kami datang untuk mempertahankan takhta.”
Dominasi seperti ini mirip saat Real Madrid terus melaju di Liga Champions dari tahun ke tahun. Mereka punya ketenangan, mental juara, dan insting untuk memenangkan pertandingan-pertandingan penting. Mereka tidak perlu bermain indah, yang penting menang.
Dua Takdir, Satu Panggung
Jadi, begini. Final ini adalah pertarungan dua takdir.
Di satu sisi, ada Perseto FC, yang datang dengan bara dendam yang telah dipendam selama setahun. Mereka punya mental baja dan semangat juang yang luar biasa.
Di sisi lain, ada Lanto FC, sang raja bertahan yang ingin mengukuhkan dominasinya. Mereka punya ketenangan dan naluri pemenang.
Siapa yang akan keluar sebagai pemenang? Apakah dendam akan terbalaskan, atau dominasi akan kembali berkuasa?
Mari kita tunggu. Semua akan terjawab di Sabtu (23/8/2025) malam di Stadion Sei Bilal, Nunukan, Kaltara.
Saya, dan seluruh pecinta sepak bola Nunukan, tidak sabar menantikan jawabannya.
