NUNUKAN, KN — Pintu gerbang perbatasan Indonesia-Malaysia di Nunukan, Kalimantan Utara, ternyata lebih rapuh dari yang dibayangkan. Seorang mantan narapidana terorisme (Napiter), Suryadi Mas’ud, membeberkan fakta mengejutkan: kelompok militan menggunakan wilayah ini sebagai jalur logistik krusial. Mereka memasok senjata dari Filipina menuju Sulawesi dan Jawa.
Oleh karena itu, Mas’ud mengimbau warga perbatasan agar waspada. Ia pernah menjabat Duta ISIS wilayah Asia Tenggara (2016-2017). Ia menyampaikan imbauan ini saat berbicara dalam seminar kebangsaan di Aula Kantor Bupati Nunukan.
“Di Nunukan, banyak orang berkamuflase. Waspadai orang-orang dari Filipina yang saat ini masuk ke Indonesia melalui Nunukan. Mereka berprofesi sebagai pedagang,” ujarnya, Kamis (16/10).
Kredibilitas Sumber, Jejak Kelam dari MILF hingga Pemasok Senjata
Pengakuan Mas’ud bukan omong kosong. Sebab, ia memegang rekam jejak panjang di dunia terorisme. Rekam jejak itu memberinya akses ke informasi penting.
Trauma masa kecil (broken home) pada 1983 memicu radikalisasinya. Kelompok radikal merekrutnya pada usia 15 tahun. Mereka menggemblengnya bertahun-tahun hingga ia meyakini Indonesia sebagai “Negara Kafir.” Akhirnya, keyakinan itu mengantarnya ke medan tempur dan pelatihan militer intensif:
- Pelatihan Militer: Ia berlatih di Camp Al Fatih Sulawesi, Camp Abu Bakar milik MILF di Filipina, selain itu ia juga berlatih di Camp Al Qaeda pimpinan Umar Al Faruq di Vietnam (1990-1997).
- Keterlibatan Konflik: Ia memasok senjata dan bahan peledak untuk Laskar Kompak dalam konflik Ambon dan Poso (1999–2021).
- Aksi Teror: Ia terlibat dalam perampokan money changer Manado, serta pengeboman Mall Ratu Indah dan gereja di Makassar (2002).
- Aktivitas Pasca-Penjara: Meskipun hakim memvonisnya 12 tahun (bebas 2008) dan kembali memvonisnya 6 tahun (2010), Mas’ud justru memanfaatkan Lapas Cipinang dan Nusakambangan untuk melakukan radikalisasi dan kampanye ISIS/Jabhah Nusroh.
Ia menggunakan pengalaman ini setelah bebas kedua kali (2015). Bahkan, ia membeli dan menyiapkan senjata untuk aksi teror di Jakarta. Ia juga mengirim anak dan istri ke Suriah, sebelum otoritas mendeportasi mereka.
Titik Krusial, Rute Darat dan Laut Penyelundupan Logistik Teroris
Mas’ud memusatkan pengakuannya pada rantai pasok logistik dan senjata. Ia merinci, sebelum insyaf, dirinya membeli dan menyiapkan:
- 60 pucuk senjata api
- Bahan peledak, seperti 40 kg TNT, 800 detonator 66, dan Detonating cord.
Ia menyelundupkan semua logistik ini melalui jalur yang ia sebut jalur tradisional, yaitu jalur yang menghubungkan berbagai basis militan hingga masuk ke Nusantara:
Cotabalo → Zamboanga → Jolo → Samporna → Lahad Datu → Tawau → Sebatik → NUNUKAN
Setelah itu, dari Nunukan, para teroris meneruskan perjalanan darat dan laut menuju Sulawesi dan Jawa. Mereka membangun basis baru dan melancarkan aksi teror.
Respons Densus 88 dan Strategi Penangkalan Inklusif
Titik balik kehidupan Mas’ud ia peroleh setelah menyadari “sesat pikir”. Ia juga banyak membaca buku nasionalisme. Meskipun demikian, kisahnya membuktikan kita dapat melawan radikalisme.
Narasumber lain, Kasatgaswil Kaltara Densus 88 Anti Teror, AKBP Wanggi Wantozy Praduga Satria, juga membenarkan propaganda kelompok radikal paling menonjol menggunakan sugesti.
Sementara itu, Ustad Zahri Fadli dari FKUB (Forum Kerukunan Ummat Beragama) menekankan pentingnya narasi keagamaan yang inklusif. Ini penting untuk melawan tafsir agama yang sempit dan eksklusif.
“Indonesia yang berlandaskan Pancasila, membutuhkan narasi keagamaan yang inklusif, serta semangat kebangsaan yang kuat,” kata Zahri Fadli.
Plt Sekda Nunukan, Jabbar, kemudian menegaskan seminar ini harus membangun daya cegah, daya tangkal, dan daya lawan. Ia secara khusus menyoroti kelompok yang paling rentan: anak-anak, remaja, dan perempuan di wilayah perbatasan.
“Kita harus melakukan upaya pencegahan penyebaran paham radikalisme dan terorisme secara masif, terutama melalui peran ibu-ibu, keluarga, dan sekolah,” pungkas Jabbar. Ia memperkuat bahwa keluarga memegang benteng pertahanan utama.
