NUNUKAN, KN – Rapat paripurna ke-14 DPRD Nunukan, Kamis (14/8/2025), seharusnya menjadi momentum formal pengambilan keputusan demi kepentingan publik.
Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Ruang sidang berubah menjadi panggung aib bagi para wakil rakyatnya, diwarnai teriakan amarah yang mengungkap borok di balik alotnya pembahasan anggaran.
Sejak sidang belum dibuka hingga Wakil Ketua DPRD Nunukan, Arpiah, menskorsnya dua kali, ketegangan tidak terbendung.
Pertanyaannya bukan lagi soal substansi, melainkan soal kehadiran anggota dewan yang tidak memenuhi kuorum.
Di balik absennya para legislator, terkuak satu kata yang menjadi biang kerok, Pokok-Pokok Pikiran (Pokir).
”Kalau wartawan bertanya kenapa tidak kuorum, ini karena Pokir. Akibat segelintir orang,” lantang anggota DPRD dari Fraksi Golkar, Syafrudin.
Ia mengaku malu dengan ulah rekan-rekannya yang lebih mengutamakan ambisi pribadi daripada kebutuhan mendesak masyarakat.
Syafrudin pun tak segan menyentil. “Semoga saja KPK tahu di sini. Turun ke sini, mengecek ini. Capek saya mendengar ini, kok mau menghambat kegiatan Pemerintah Daerah,” sesalnya, seolah meminta lembaga antirasuah itu untuk turun tangan.
Terkuak, Fraksi-Fraksi ‘Pembangkang’ dalam Paripurna
Syafrudin akhirnya mengungkap fraksi-fraksi yang menjadi biang keladi penghambat sidang.
Dari total 30 anggota DPRD Nunukan, hanya 19 yang hadir. Catatan kehadiran menunjukkan dominasi ketidakhadiran Fraksi Hanura (6 anggota), Fraksi Nasdem (4 anggota), dan satu anggota dari Fraksi Gerindra.
Teriakan amarah Syafrudin disambut tak kalah lantang oleh Ketua Fraksi Golkar, Rian Antony.
Dengan nada emosi, Rian menyebut sikap para anggota dewan yang absen sebagai “tingkah yang menjijikkan”.
”Kita dipilih rakyat bukan untuk mengurus Pokir,” tegas Rian.
Mewakili masyarakat dataran tinggi Krayan yang sering terpinggirkan, ia meluapkan kekecewaannya.
“Masyarakat butuh air bersih, butuh diuruskan BPJS, bukan mereka menunggu Pokir. Sungguh memalukan anggota dewan yang mementingkan Pokir dibanding kebutuhan masyarakat.” urainya.
Secara harfiah, Pokir adalah usulan aspirasi masyarakat yang anggota DPRD sampaikan.
Akan tetapi, dalam praktiknya, Pokir sering kali masyarakat artikan sebagai proyek titipan yang dananya bersumber dari APBD.
Hal ini kerap kali menjadi celah negosiasi politik dan rentan menimbulkan praktik transaksional.
Ironi di Balik Kisruh Anggaran
Saat wartawan meminta tanggapan, Wakil Bupati Nunukan, Hermanus, memilih bungkam. “Nanti saja ya,” katanya singkat, seolah menjaga jarak dari kisruh yang terjadi.
Ironi yang terjadi di ruang paripurna mencerminkan perdebatan anggaran yang terbelah oleh kepentingan fraksi.
Teriakan amarah Syafrudin dan Rian Antony mungkin hanya puncak dari gunung es.
Kasus ini sekali lagi membuktikan, di balik pembahasan anggaran yang rumit, para anggota dewan mempertaruhkan kepentingan pribadi dan fraksi.
Pertanyaannya, siapa yang akhirnya menderita kerugian dalam drama Pokir ini? Rakyat Nunukan, atau para wakilnya sendiri? (Dzulviqor)
