NUNUKAN – Saat banyak usaha lesu akibat mewabahnya virus Covid-19, batik Lulantatibu yang merupakan kerajinan etnik khas Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara, justru menggeliat.
Batik Lulantatibu merupakan nama dari penggabungan 5 suku dayak di Kabupaten Nunukan, masing-masing, Lundayeh, Tagalan, Tahol dan Tidung Bulungan.
Lulantatibu menjadi perlambang kerukunan dan persatuan suku Dayak di perbatasan RI – Malaysia ini.
‘’Pesanan meningkat hingga 75 % selama masa pendemi ini,’’ ujar kreator dan pemilik rumah kreasi batik Lulantatibu, Muji Wahyu Lestari, Rabu (3/3/2021).
Peningkatan omset penjualan juga mengalami penaikan dari Rp. 10 Juta pada tahun sebelumnya, saat ini pemasukan mencapai Rp. 50 – 70 Juta ,/ tahun.
Memang bukan jumlah yang banyak, karena Muji hanya membuat batik saat ada pemesan, sehingga terkesan pasif dalam usaha batik Lulantatibu.
Padahal, Muji merupakan salah satu pencetus, penggagas dan penggali budaya dari ciri khas masing masing-masing suku dayak Nunukan yang tergambar dalam batik tersebut.
‘’Saya beri kesempatan pada yang lain, saya membangun rumah kreasi batik sejak 2017, dan saat ini ada delapan sanggar batik di Nunukan, mereka Alhamdulillah sedang banyak pesanan,’’ jelasnya.
Muji memilih memberi kesempatan bagi pengusaha batik lain untuk berkembang dan merasakan sendiri betapa batik adalah kerajinan yang menjanjikan.
Saat mereka tidak bisa memenuhi pemesanan atau permintaan khusus, maka Muji baru akan menerima pesanan dimaksud.
‘’Karena saya orang Dinas, jadi saya lebih memposisikan sebagai pembina dan instruktur, kalau mereka tidak sanggup baru saya penuhi pesanan itu,’’katanya lagi.
Promosi daring dan wajib batik menjadi salah satu alasan omset naik.
Ada beberapa faktor yang membuat produksi batik Lulantatibu mengalami kenaikan.
Bergabungnya sejumlah pengusaha batik Nunukan dengan aplikasi penjualan online menjadi salah satu faktor pemicu.
Terlebih, Gubernur Kaltara, Zainal Arifin Paliwang, menginstruksikan agar instansi pemerintahan di 5 kabupaten yang ada, mengenakan batik lokal sebagai ciri khas dan pelestarian budaya.
‘’Sebelumnya kita sudah membuka beberapa link, baik di Konsulat RI di Malaysia atau di Kementrian Pariwisata juga Kemendikbud, setiap tahunnya selalu ada pesanan dari mereka ratusan lembar,’’ imbuhnya.
Selain itu, instansi vertikal dan tamu-tamu yang berkunjung ke kabupaten Nunukan banyak tertarik dengan batik, yang kini menjadi oleh-oleh khas perbatasan tersebut.
Anak-anak pelajar di Nunukan juga memiliki 2 seragam batik Lulantatibu di tiap sekolah.
Bahkan, perempuan-perempuan warga binaan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nunukan juga tidak ingin ketinggalan untuk mempopulerkan batik Lulantatibu.
‘’Sebenarnya kalau nominal omset itu berbeda-beda, dari masing masing sanggar saja, yang jelas, batik Lulantatibu justru menggeliat di tengah pandemi,’’kata Muji lagi.
Budaya, mitos dan peradaban suku Dayak dalam batik Lulantatibu.
Corak atau motif yang terdapat dalam batik Lulantatibu, memiliki arti luas. Setiap lambang dalam Ngembat Titik/batik yang digambarkan, semua mengandung sejarah, filosofi, mitos, dan peradaban masing-masing suku Dayak.
Motif bunga raya misalnya, motif khas Tidung Bulungan ini memiliki filosofi kebersatuan dan kemakmuran.
Bunga raya dalam adat tidung dipercayai sebagai obat segala penyakit dan berfungsi sebagai tolak bala.
Corak Tameng memiliki arti sebagai perisai diri dan perlindungan.
Begitu juga dengan gambar tempayan, secara harafiah, tempayan selalu dijadikan tempat untuk menyimpan hasil bumi, nira ataupun pengawet jenazah.
Tempayan adalah tempat untuk melindungi dan mengabadikan kenangan.
‘’Semua corak, bukan hasil mengarang, itu ada pengkajian lokakarya, kita datangkan ahlinya, ada penggalian budaya, kita bertemu tokoh-tokoh adat Dayak, mereka bertanda tangan. Falsafah atau sejarah yang terkandung mewakili peradaban suku-suku Dayak di Nunukan,’’tegasnya.
Batik Lulantatibu dikatakan Muji, adalah sebuah kekayaan budaya.
Menurut Muji, suku-suku di Nunukan memiliki kultur dan adat istiadat berbeda, sehingga akan sulit menggali kemurnian sejarahnya.
Menyatukan mereka dalam sebuah karya seni adalah pihan bijak.
‘’Kita sudah memiliki Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) atas batik Lulantatibu sejak 2017, corak dan motifnya yang kita patenkan, untuk eksplorasi pengembangan pola dan motif lebih luas lagi,’’tutupnya. (Dzulviqor)
