NUNUKAN – Penetapan 1 Syawal sebagai penentu akhir Ramadan antara Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, kerap menjadi pertanyaan masyarakat.
Sebenarnya, perbedaan tersebut sudah berlangsung lama, dan menjadi dinamika rutin, sehingga umat Muslim melaksanakan salat ied sesuai keyakinan dan paham yang dianutnya.
Jika Muhammadiyah, maka hari ini menjadi hari terakhir siyam Ramadan, sementara jika merujuk pada NU, maka penentuan 1 Syawal masih menunggu hasil sidang itsbat dan menunggu pengumuman Menteri Agama RI.
Dan potensi untuk serentak berhari raya antara Muhammadiyah dan NU, sama kuatnya dengan potensi perbedaan waktu lebaran.
‘’Semua memiliki dasar yang kuat, semua berpedoman pada dalil shohih. Mari kita sama sama menghargai perbedaan,’’ujar Harun Zein, Kamis (20/4/2023).
Dalam Islam, perkara khilafiyah cukup banyak dan menjadi domain para ulama untuk mengkaji dan memperdebatkan untuk kemaslahatan umat.
Tidak sepatutnya masyarakat yang tidak mengilmui bidang agama ikut membahas masalah khilafiyah.
Karena segala sesuatu, harus diserahkan pada ahlinya. Jika perkara syubhat, samar atau masih dalam koridor abu-abu, dibahas netizen yang tidak memiliki keilmuan dan bicara tanpa dalil dan qoul rojih (berdasar Alqur’an dan sunnah), yang terjadi adalah gaduh dan perpecahan.
‘’Jika sesuatu diserahkan pada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya,’’ imbuhnya, menukil sebuah hadits.
Harun menegaskan, tidak ada yang salah dalam metode penetuan 1 Syawal entah itu menggunakan metode hisab ataupun metode rukyat.
Keduanya sama kuat dan perbedaan hanya ada pada beda pilihan ufuk. Dan kedua cara ini juga dipraktekkan oleh sahabat di zaman Rasulullah Muhammad Ssllallahu Alaihi Wasalam.
Lebih detail, rukyat adalah melihat dengan mata seperti praktik zaman nabi, atau menggunakan teropong era sekarang.
Sementara hisab, adalah dengan cara melihat menggunakan ilmu hitungan astronomi. Keduanya hanya beda dalam melihat derajat ketinggian hilal.
‘’Biarkan urusan khilafiyah menjadi domain ulama dan ahli ilmu. Kita tinggal mengikuti sesuai paham dan keyakinan kita masing masing. Barokallohu Fiikum,’’ kata Harun Zain. (Dzulviqor)
