NUNUKAN – Aksi mogok operasi kapal angkutan pedalaman di perbatasan RI – Malaysia, yang terjadi sejak Senin (27/6) lalu, akhirnya berakhir.
Ketua Asosiasi Kapal Angkutan Pedalaman Nunukan, Baharuddin Aras, mengatakan keputusan untuk mengakhiri aksi mogok yang dilakukan karena menjaga kondisi keamanan yang berpotensi rusuh di wilayah terdampak.
‘’Kami ini hanya ingin jaminan keamanan dari penangkapan aparat yang sering terjadi. Tapi ketika masyarakat wilayah tiga bergejolak dan berpotensi rusuh, ini juga menjadi kekhawatiran kami, jangan sampai kami malah disalahkan atas masalah ini,’’ ujar Baharuddin, Minggu (2/7).
Dia menambahkan, pihak asosiasi sudah berdialog dengan unsur Forkopimda.
Demikian juga, Bupati Nunukan, Asmin Laura Hafid secara pribadi menghubungi Ketua Asosiasi untuk menghentikan aksi mogok kapal tersebut.
‘’Kami sebagai perwakilan para pedagang dan kapal pengangkut sembako untuk pedalaman, diundang bersilaturahim ke Dandim, Danlanal, Kapolres. Disana kami diberi gambaran adanya gejolak yang besar. Masyarakat dapil tiga mulai ribut, dan dimohon agar aksi mogok segera berakhir,’’ lanjutnya.
Sampai hari ini, tuntutan para nahkoda dan ABK kapal pengangkut sembako untuk wilayah tiga, belum ada solusi.
Meski demikian, Pemerintah dan aparat keamanan memberikan jaminan secara lisan, bahwa penangkapan terhadap kapal-kapal tersebut, tidak akan terjadi.
‘’Bagaimanapun, kami memang pengusaha. Tapi kami memikirkan juga bagaimana susahnya saudara di dapil tiga dalam pemenuhan kebutuhan sembako saat kapal berhenti berlayar. Dengan gambaran yang diberikan pada kami dalam setiap pertemuan, kami mengalah, bukan gejolak seperti ini yang kami mau. Mulai Senin besok, beberapa kapal akan kembali beroperasi,’’ katanya.
Baharuddin menegaskan, meski telah sepakat untuk mengakhiri aksi mogok, asosiasi tetap menuntut Pemerintah memberikan sebuah forum untuk dialog bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).
Dalam agenda tersebut, harus dibahas, bagaimana agar kearifan lokal berjalan sebagaimana mestinya, selama pemerintah daerah dan Pemerintah Pusat belum mampu memenuhi kebutuhan pokok masyarakat di perbatasan RI.
‘’Jaminan keamanan dalam bentuk apapun yang bisa menjadi tameng dan kenyamanan bongkar muat barang yang kami mau dan terus tuntut. Selama jaminan hanya secara lisan, kami tetap tidak tenang dalam menjalankan kapal,’’ tegasnya. (Dzulviqor)
