NUNUKAN – Pembabatan seluas delapan hektar lahan mangrove di RT. 08 Desa Binusan Dalam, yang diduga dilakukan oleh oknum pengusaha, tidak diketahui oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Utara (DLH Kaltara).
Hal itu ditegaskan oleh, Kepala DLH Kaltara, Hamsi, saat dikonfirmasi pada Jumat (4/2/2022).
‘’Dari informasi yang kita dapat, itu terjadi sejak 2019. Aneh saja kok kami tidak menerima ada laporan masuk. Padahal diberitakan ada masyarakat yang melaporkan itu ke DLH Kabupaten,’’ ujar Hamsi.
Terhadap kasus ini, Hamsi menyesalkan tanggapan DLH Kabupaten Nunukan, yang berdalih kewenangan mereka “lumpuh” sehingga terkesan terjadi pembiaran dilapangan.
“Kalau memang terjadi sejak 2019, bukankah mereka masih memiliki kewenangan? Karena kewenangan DLH baru dicabut antara 2020/2021,’’ sesalnya.
Selain itu, DLH memiliki tugas untuk pembinaan dan perlindungan lingkungan, sehingga tanggung jawab moral terhadap tugas tersebut harus lebih diutamakan.
“Beralihnya kewenangan bukan berarti daerah sama sekali tidak bisa melakukan apapun. Bisa dikoordinasikan, mungkin kami akan turun juga melihat langsung ke lapangan,’’ kata Hamsi.
Dia menegaskan, Pemerintah Daerah juga perlu memastikan, apakah pembabatan mangrove memiliki izin dan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.
‘’Jika tidak sesuai, wajib hukumnya bagi mereka untuk menindak lanjuti persoalan ini,’’ tegasnya.
Lebih jauh dia menjelaskan, mangrove berfungsi menjaga ekosistem dan biota laut, serta bernilai ekonomi jika dikomepensasikan melalui skema perdagangan karbon.
Perdagangan karbon dari sektor hutan ini masuk dalam skema REDD+ (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation).
Oleh karenanya, dia berharap pemerintah daerah dapat memantau jangan sampai terjadi pembabatan mangrove.
‘’Kaltara juga tengah menggodok Perda pertumbuhan ekonomi hijau, dan Kaltara juga menjadi wilayah yang ditunjuk Presiden untuk mangrove terbesar dengan menanam pada lahan 600.000 hektar,’’ katanya. (Dzulviqor)
