NUNUKAN – Seorang petani di pulau Sebatik Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara secara tegas menentukan pilihannya tetap menjadi Indonesia meski sejumlah asetnya berada di wilayah Malaysia.
Meski hidup dan besar di perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang penuh keterbatasan dan kekurangan, jiwa nasionalisme Syarif Hidayatulloh tidak sedikit pun goyah.
Di depan Wakil Menteri (Wamen) Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional, Surya Tjandra dan para pejabat Negara lain, Syarif dengan yakin mengepalkan tangan dan menyerukan NKRI harga mati.
‘’Kalau Negara kami yang inginkan kami pergi, kami akan pergi. Tapi kalau Malaysia yang usir kami, kami katakan tidak !!!’’ ujarnya, saat mempertanyakan nasibnya karena sebagian tanahnya masuk wilayah Malaysia, Rabu (24/3/2021).
Syarif dan puluhan masyarakat di Pulau Sebatik, diundang dalam penjaringan aspirasi pasca pengukuran ulang patok batas Negara yang dilakukan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) bersama Jabatan Ukur dan Pemetaan Malaysia (Jupem) pada 2019 lalu.
‘’Lahan kami sudah bersertifikat, BPN Nunukan keluarkan surat itu. Kami tidak mempertanyakan letak batas Negara, akan tetapi kami memiliki hak atas tanah kami. Bagaimana dengan itu? Apakah Negara menyediakan ganti untung atau seperti apa?’’ katanya lagi.
Syarif menuturkan, sejak terjadi pergeseran patok, banyak masyarakat sekitar yang berada di wilayah Malaysia yang melakukan provokasi kepada mereka.
Provokasi dilakukan dengan cara mencoret dinding bangunan yang masuk Malaysia dengan tanda silang.
Mereka mengatakan, tanah dan bangunan warga Sebatik sebentar lagi menjadi milik mereka.
‘’Mungkin tanda silang hanya sebatas coretan. Tapi bagi kami itu provokasi. Saya tegaskan selagi belum ada keputusan negara, saya tidak akan pindah. Saat ini tanah itu masih milik Negara saya, bukan milik Malaysia’’ tegasnya.
Indonesia – Malaysia melakukan pengukuran ulang untuk menentukan batas Negara di pulau Sebatik pada 2019 lalu.
Hasil dari pengukuran tersebut, puluhan hektar tanah masyarakat Sebatik Utara Masuk Malaysia. Sebaliknya, puluhan hektar tanah Malaysia masuk wilayah Indonesia.
Dari 43 warga Sebatik Utara yang mengaku kehilangan tanahnya, setelah diverifikasi ulang hanya 28 warga yang memiliki sertifikat.
Tanggapan Wamen Agraria
Dalam kunjungannya ke Nunukan, Wamen Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Surya Tjandra mengatakan, kasus yang terjadi di pulau Sebatik baru pertama terjadi di Indonesia.
Ia akan melakukan koordinasi dan berencana membentuk tim terpadu, dan diusahakan secepat mungkin karena menyangkut menjaga teritorial wilayah.
‘’Kita ajak Kemenlu, Kemhan dan lainnya. Ini masalah tanggung jawab bersama. Kita semua tahu, pembahasan penyelesaian perbatasan negara dibahas sejak 1980, jadi mohon masyarakat bersabar. Akan kita bahas lagi di ranah pusat’’ jawabnya.
Surya mengatakan, meski kini terpasang patok-patok batas Negara yang baru sebagai penanda hasil pengukuran ulang, hal itu bukan berarti membatasi aktifitas dan kegiatan warga perbatasan RI – Malaysia.
Selama MoU belum ditanda tangani oleh kedua Negara, masyarakat masih boleh menggarap sawah dan ladang mereka.
‘’Sebelum ada kejelasan batas Negara, silahkan beraktifitas seperti biasa. Yang jelas dengan pengukuran ulang di Sebatik, lahan kita bertambah 125 hektar dan kehilangan 5 hektar. Sekali lagi mohon bersabar, karena proses ini masih berjalan’’ katanya. (Dzulviqor)
