NUNUKAN – Saling sindir antara Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan (DPPKP) Kabupaten Nunukan dengan Anggota DPRD Nunukan, terjadi saat rapat dengar pendapat dengan asosiasi peternak lokal, Selasa (17/1/2023).
Kejadian itu, dipicu oleh tidak sinkronnya data kebutuhan daging ayam di Nunukan, yang disajikan oleh DPPKP dengan Balai Karantina Ikan dan Tumbuhan Nunukan.
Dalam paparan Kepala DPPKP Nunukan, Mukhtar, disebutkan kebutuhan daging ayam untuk Nunukan, berkisar antara 209.000 kg untuk Kabupaten Nunukan, dengan daya produksi sekitar 189.550 kg. Melihat angka ini, maka terjadi minus sekitar 19.779 kg.
Namun jika berbicara kebutuhan skala Pulau Nunukan saja, kebutuhan diperkirakan sekitar 95.300 kg, dengan jumlah kemampuan produksi tercatat sebanyak 105.000 kg.
‘’Daging beku yang masuk ke Nunukan dari Tarakan sejak 7 September 2022 sampai 11 Januari 2023, hanya 6,3 ton. Jumlah produksi dan kebutuhan kita kurang. Memang kalau hanya untuk Pulau Nunukan surplus, tapi perlu mempertimbangkan wilayah tiga dengan banyaknya perusahaan disana,’’Ujar Mukhtar, Selasa (17/1/2023).
Mukhtar menilai, masalah sebenarnya terjadi antara peternak dan pedagang pasar. Peternak menjual ayamnya dengan harga Rp. 31.000/Kg, sementara sampai di lapak dijual Rp 48.000/Kg.
Harga ini, nyaris sama dengan daging ayam beku dari Surabaya, yang dibanderol Rp. 32.000/Kg.
‘’Jomplang memang harganya. Tapi konsumen ternyata lebih memilih daging ayam beku karena alasan lebih tahan lama,’’ imbuhnya.
Akan tetapi, pemaparan tersebut berbeda dengan data dari Karantina Ikan dan Tumbuhan Nunukan.
Dimana selama tahun 2022, data Day Old Chicken (DOC) yang masuk, sebanyak 1.300.000 ekor. Jika dikalkulasi perbulan, maka sekitar 108.000 DOC masuk Nunukan dari Kota Berau dan Tarakan.
Sedangkan daging ayam beku, tercatat ada pemasukan sebanyak 300 Kg di awal 2022, dan melonjak naik sejak November 2022 dengan berat 25 ton.
Jika diprosentasekan, pemasukan daging ayam beku ke Nunukan, rata rata 8,5 ton, perbulan.
Melihat perbedaan data tersebut, Andre Pratama memberikan kritik tajam atas kinerja DPPKP yang seakan hanya bekerja dari balik meja, tidak mau turun ke lapangan.
‘’Bagaimana mau baik kalau Kepala Dinasnya saja tidak tahu mana data yang benar. Cobalah turun lapangan dan melihat seperti apa di lapangan?’’ sindir Andre.
Mukhtar pun membalas sindiran tersebut, karena DPPKP tidak memiliki akses untuk persoalan di hulu.
Mereka bekerja di hilir, dengan konsentrasi pembinaan dan memastikan ketersediaan stok di lapangan.
‘’Kita tidak akan sampai melihat ke hulu, persoalan distribusi luar daerah bukan domain kami. Intinya, selagi pasokan itu legal, sesuai perizinan, itu tidak masalah. Mohon maaf pak Andre salah memahami tupoksi kami,’ ’jawabnya.
Saling sindir terhenti saat ketua rapat Welson menengahi dan kembali membahas urgensi pembinaan peternak lokal dan kebutuhan Perda untuk perlindungan peternak juga kontrol harga pasar. (Dzulviqor)
1,492 dibaca, 9 dibaca hari ini
