NUNUKAN – Kejaksaan Negeri Nunukan, Kalimantan Utara, menerima Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus SA (24), oknum polisi berpangkat Bripda, yang menganiaya warga sipil di depan pintu masuk Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan, pada Minggu (5/11/2023) lalu.
Kepala Seksi Pidana Umum (Pidum) Kejari Nunukan, Amrizal, mengatakan, SPDP diterima pada Senin (13/11/2023), dan jaksa mulai mendalami kasus yang menjadi sorotan masyarakat tersebut.
‘’Ada dua oknum Polisi yang masuk dalam SPDP, yaitu SA, yang melakukan penganiayaan dan menembakkan senjatanya di depan korban. Serta rekannya sesama polisi bernama AS yang ikut mendukung penganiayaan,’’ ujarnya, Senin (20/11/2023).
Amrizal menegaskan, penetapan kedua oknum polisi, AS dan SA, sebagai tersangka, sudah berdasarkan alat bukti yang cukup.
Dalam SPDP, tertulis jeratan pasal bagi AS, adalah pasal 1 ayat (1) undang undang darurat Nomor 12 tahun 1951 subsider pasal 351 ayat (1) KUHP.
Sangkaan pasal tersebut, dikarenakan AS yang masih berpangkat Bripda, memiliki senjata api pistol diluar jenis pistol dinas, yang seharusnya tidak diperbolehkan.
Sementara SA, hanya disangkakan pasal 351 ayat (1) tentang penganiayaan karena ia turut serta dan mendukung aksi yang dilakukan AS.
‘’Masih terlalu dini untuk menanyakan masalah ini. Kita baru terima SPDP dan kita masih harus mengkaji dulu kasusnya,’’ kata Amrizal.
Seorang oknum anggota polisi menembakkan pistol setelah diduga melakukan tindak penganiayaan terhadap pemuda bernama IR (20) di areal depan Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan, Kalimantan Utara, Minggu (5/11/2023) dini hari.
Pistol yang ditembakkan persis di depan korban, menimbulkan ketakutan, meski arahnya ke tanah.
Korban pun melaporkan kejadian tersebut ke Kepolisian Sektor Kawasan pelabuhan (KSKP), tak lama setelah kejadian.
Peristiwa ini, menjadi bahan perbincangan masyarakat Nunukan. Mereka menunggu informasi dari tindak lanjut dugaan pidana yang dilakukan oknum polisi tersebut.
Sejauh ini, belum ada keterangan resmi pihak kepolisian, terkait kronologis dari aksi ‘koboi’ oknum anggota polisi dimaksud.
Informasi yang diperoleh media ini, oknum polisi tersebut berdomisili di Nunukan dan berpangkat Bripda. Ia bertugas di Mapolsek Kabupaten Tana Tidung, Kaltara.
Kepemilikan senjata api, bagi polisi berpangkat Bripda juga menjadi bahasan hangat. Apalagi, senjata api yang dipegang oknum polisi tersebut disinyalir bukan pistol dinas polisi.
Kapolres Nunukan AKBP Taufik Nurmandya, saat dikonfirmasi, tidak membantah adanya anggota polisi yang diduga melakukan penganiayaan, sampai menembakkan pistol.
‘’Lagi ditangani penganiayaan dan pengancamanya pakai senpi dan dalam proses penyidikan, korban sudah buat laporan,’’ jawabnya singkat, Rabu (8/11/2023) lalu.
Taufik belum mau menjelaskan secara detail, bagaimana seorang Bripda bisa memegang pistol dan apa yang mendasari tindak penganiayaan disertai ancaman tersebut.
Terpisah, Kabid Humas Polda Kaltara, Kombes Pol Budi Rachmat, mengatakan, kasus adanya oknum polisi berpangkat Bripda juga menjadi bahan penyelidikan Polda Kaltara.
Ia menegaskan, apapun bentuk pelanggaran anggota Polri, tentu akan ditindak.
‘’Polda menangani perkara ini dari sisi pelanggaran disiplin dan kode etiknya. Untuk masalah senjata api, Polres Nunukan yang tahu detailnya,’’ katanya.
Budi juga mengamini polisi berpangkat Bripda belum berhak memiliki senjata api.
Kalau seandainya senjata api dimaksud bukan senjata api dinas, tapi milik pribadi, tentu harus ada izin dan perlu ditelaah lebih jauh apa urgensinya.
‘’Tapi setahu saya, kalau Bripda itu tidak boleh memegang senjata api. Kalau memegang senjata api, berarti posisinya sebagai apa, itu masalahnya. Kalau tugas piket ya senjatanya milik piket. Itu yang harus didalami media ke usernya, yaitu di Polres Nunukan, bukan di Polda,’’ tegasnya. (Dzulviqor)