NUNUKAN – Mulai hari ini, Senin (27/6) sejumlah kapal yang selama ini melayani distribusi kebutuhan bahan pokok ke daerah pedalaman, di Kabupaten Nunukan, secara resmi menyatakan mogok beroperasi sampai dengan batas waktu yang belum ditentukan.
Hal itu sebagai bentuk protes atas aksi penangkapan yang dilakukan oleh aparat keamanan, karena dianggap bertentangan dengan tradisi kearfian lokal yang telah berlaku sekian lama berlaku di Nunukan.
‘’Dimana kearifan lokal yang selama ini menjadi kesepakatan sejak Nunukan belum terbentuk? Kapal-kapal kami akan mogok operasi sampai ada kejelasan dan jaminan keamanan bagi kami,’’ ujar Ketua Asosiasi Kapal Angkutan Pedalaman, Baharuddin Aras, Senin (27/6).
Bahar mengatakan, kapal-kapal pengangkut sembako tersebut saat ini berlabuh di wilayah dermaga tradisional Imhutani, dermaga Jalan Lingkar dan dermaga Sei Bolong.
Sebelumnya, setiap kapal memiliki jadwal dalam sebulan melakukan tiga kali distribusi sembako ke Kecamatan Sebuku, lalu selanjutnya disalurkan ke sejumlah kecamatan lain, seperti Seimanggaris, Sembakung, Tulin Onsoi dan Lumbis.
“Kuota angkut juga beragam, ada yang 35 ton sekali jalan, 40 ton, sampai 100 ton.
Jenis muatan juga beragam, sebagian besar adalah sembako. Ada juga cabai, tomat, kol, dan sekitar 20 persen produk Malaysia yang dibeli di pasar-pasar tradisional Nunukan,” jelasnya.
Dia mengakui, akibat aksi mogok ini akan terjadi gejolak pada masyarakat yang berada di wilayah pedalaman.
‘’Tapi kalau kami terus menjadi sasaran penangkapan aparat, bagus kami berhenti. Silahkan lihat, apakah Pemerintah bisa mengatasi masalah itu?,’’ kata Bahar.
Hal senada disampaikan oleh Wakil ketua Asosiasi Kapal Angkutan Pedalaman, Jamaluddin Dasi, dimana masyarakat Nunukan masih memiliki ketergantungan cukup kuat dengan Malaysia. Karena kurangnya pasokan bahan pokok dari Pulau Jawa dan Sulawesi.
‘’Selama ini, jika barang Malaysia tidak masuk Nunukan, maka terjadi kelangkaan sembako dan diiringi kenaikan harga. Jika pasokan ini diputus, seharusnya Pemerintah punya solusi. Adakah solusi itu?, kan tidak ada? Terus kenapa kami jadi korban penangkapan meski yang kami bawa adalah barang sembako dengan label kearifan lokal,’’ katanya.
Jamal menyayangkan penangkapan yang sering terjadi dan membuat nakhoda dan ABK menjadi trauma setiap kali melihat aparat.
Padahal seharusnya, aparat memiliki tugas melindungi dan memberikan keamanan bagi masyarakat.
Oleh karenanya, Jamal berharap Pemkab Nunukan segera merumuskan sebuah kebijakan khusus mengingat Nunukan dengan geografis perbatasan Negara.
‘’Jika Pemerintah Pusat saja belum mampu memberikan kesejahteraan itu, Pemerintah Daerah setidaknya memberi kami ‘’Bijak’’. Selama tidak ada bijak, yakinlah saudara kita di pedalaman akan semakin terisolir,’’ tambahnya.
Sementara itu, Kepala Bagian Protokol dan Koordinasi Pimpinan (Prokopim) Pemkab Nunukan, Joned, menjawab, Pemda Nunukan sudah mengundang semua unsur Forkopimda untuk melakukan rapat internal.
Agenda rapat, akan membahas bagaimana mengatasi persoalan ketersediaan sembako dan juga menyikapi tuntutan Asosiasi Kapal Angkutan Pedalaman.
‘’Kita sudah melakukan rapat internal dengan Forkopimda hari ini. Hasilnya akan kita sosialisasikan dan memanggil Asosiasi Kapal besok. Kita coba selesaikan dalam forum,’’ jawabnya. (Dzulviqor)