NUNUKAN – Kesulitan akibat dugaan monopoli harga yang dilakukan oleh koperasi, masyarakat adat Dayak Lundayeh memblokade jalur Ba’kelalan Malaysia dan Long Midang, Krayan, Kabupaten Nunukan.
Camat Krayan, Ronny Firdaus, mengatakan penutupan jalur perbatasan dimaksud, karena kekecewaan masyarakat setempat terhadap koperasi yang diduga telah melakukan monopoli harga kebutuhan pokok.
“Akhirnya masyarakat protes dengan menutup total akses keluar masuk perbatasan RI – Malaysia, Long Midang menuju Ba’kelalan Malaysia,”ujar Ronny, Selasa (5/7).
Dia menjelaskan, alur masuk barang pokok dari Malaysia dikelola oleh sebuah koperasi yang ditunjuk oleh KJRI Kuching Sarawak dan Pemprov Kaltara.
Ronny melanjutkan, karena hanya ada satu koperasi yang selama ini menjadi penyalur Bahan Pokok dan Penting (Bapokting) dari Malaysia, dan hanya satu koperasi sebagai mitranya di Krayan, maka harga Bapokting yg beredar menjadi sangat tinggi.
Dia mencontohkan, harga gula pasir yang tadinya per Kg sebelum pandemi COVID-19 Rp. 14.000- Rp 16.000, tapi dengan sistem perdagangan melalui koperasi yang jalan sampai hari ini mencapai Rp. 24.000- Rp 26.000 per Kg.
“Sementara bahan bangunan seperti semen, sebelumnya dijual seharga Rp.180.000 – Rp 230.000, begitu lewat koperasi, harganya menjadi Rp.300.000,” tambahnya.
Kembali ke sistem perdagangan sebelumnya.
Oleh karenanya, mengingat penyebaran COVID-19 di Indonesia maupun Malaysia sudah memasuki masa endemi, masyarakat menuntut sistem perdagangan kembali seperti semula bebas (business to business) tanpa harus dengan berbagai persyaratan.
Terpisah, koordinator aksi blokade jalur perbatasan RI – Malaysia di Krayan, Drs.Yuni Sere, mengatakan, ada beberapa hal yang memicu protes warga adat Dayak Lundayeh.
Diantaranya, respon Pemprov Kaltara dan KJRI Kuching Sarawak yang lamban dalam mencari solusi permasalahan perdagangan di perbatasan.
Selain itu, penolakan atas kebijakan Pemprov Kaltara dan KJRI Kuching, yang hanya menunjuk satu koperasi dalam perdagangan G to G.
Sebab, sistem tersebut membuka celah monopoli perdagangan yang menguntungkan koperasi secara sepihak.
“Sementara warga masih harus tercekik akibat harga tinggi di tengah kesulitan mendapatkan Bapokting di perbatasan,” jelas Yuni.
Sehingga, masyarakat adat Lundayeh menuntut agar Pemerintah segera membuka pola perdagangan tradisional seperti sebelumnya.
“Agar pemerintah memberi peluang sebesar besarnya, kepada pihak pengusaha yang ada di kedua negara, untuk melakukan perdagangan seperti sebelum COVUD-19,” tegasnya. (Dzulviqor)
