NUNUKAN – Kantor Imigrasi Nunukan, Kalimantan Utara, memulangkan gadis keturunan Pakistan berinisial A (17), setelah menjalani detensi selama delapan bulan.
‘’Pemulangan kita lakukan melalui pelabuhan internasional Tunon Taka Nunukan, Kamis 7 September 2023, sekitar pukul 08.20 wita, setelah A mendapat Surat Pengakuan Cemas (SPC) dari KRI Tawau,’’ ujar Kepala Kantor Imigrasi Nunukan, Ryan Aditya, dalam jumpa pers di Kantor Imigrasi Nunukan sesaat sebelum proses pemulangan A.
Ryan menjelaskan, lamanya A berada dalam detensi Imigrasi Nunukan, karena statusnya yang diduga sebagai korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Dalam kasus itu, A juga menjadi saksi kunci dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Nunukan.
‘’Dan saat ini, keterangan A tidak lagi dibutuhkan oleh Jaksa maupun majelis Hakim,’’ imbuhnya.
Lebih jauh, Ryan menegaskan, bahwa pemulangan gadis A, bukan sebuah tindakan hukuman. Melainkan bagian dari prosedur hukum biasa dalam kasus yang melibatkan WNA.
Selain itu, A juga mendapat perlindungan sebagai mana mestinya, baik dalam kapasitasnya sebagai korban TPPO maupun statusnya sebagai saksi di persidangan.
‘’Kami menghargai kerjasama A selama proses penyelidikan. Tindakan pemulangan ini tidak hanya dilakukan untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum dan aturan imigrasi. Tapi juga untuk melindungi keamanan dan kepentingan nasional,’’ tegasnya.
Sebelumnya, petugas Imigrasi Nunukan, mengamankan dua WNA, masing masing H (37) dan R (24), di salah satu hotel yang ada di Jalan Bhayangkara, pada Rabu (18/1/2023) lalu.
Keduanya terbukti melanggar undang-undang Keimigrasian karena masuk secara ilegal dan memasukkan seorang WNA tanpa paspor.
Bersama keduanya, terdapat gadis ABG berusia 16 tahun, bernama A, yang diduga kuat sebagai korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Dari pengakuan yang diperoleh petugas Imigrasi, A diculik R, dengan tipu daya untuk diterbangkan dari Pakistan ke Malaysia.
R yang merupakan orang suruhan H, kemudian membawa A melalui jalur illegal dari Tawau, Malaysia, menuju Nunukan, Kalimantan Utara.
H, berencana menjadikan A, sebagai istri ketiganya, sehingga ia berniat membuatkan A paspor di Indonesia, untuk memuluskan rencananya.
Petugas mendapati H memiliki izin tinggal di Indonesia atas rekomendasi istrinya yang tinggal di Kota Malang, Jawa Timur. H, ternyata telah memiliki dua istri. Satu di Pakistan, dan satunya di Kota Malang, Jawa Timur.
Atas perbuatannya, R diancam pidana dalam Pasal 120 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Sedangkan H, diancam Pidana dalam Pasal 134 huruf b Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
‘’Persidangan atas kasus ini, masih berjalan di PN Nunukan,’’ tutupnya. (Dzulviqor)
