NUNUKAN – Camat Nunukan, Hasan Basri Mursali, menyatakan kekhawatiran warga pesisir, akibat tingginya pertumbuhan buaya, di Pulau Nunukan, Kalimantan Utara.
‘’Kasus banyaknya buaya yang berkembang biak, memang menjadi atensi dan PR bagi Pemerintah Daerah. Apalagi kasus ini juga sering dikeluhkan warga,’’ ujar Hasan, Senin (31/7/2023).
Sejauh ini, Pemkab Nunukan sudah mengundang sejumlah pihak untuk mencari solusi atas semakin banyaknya buaya di perairan pulau Nunukan.
Kata Hasan, koordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) juga ditempuh guna mengatasi persoalan ini.
Hasilnya, ada beberapa alternatif yang masih menjadi wacana dalam jangka pendek, dan jangka panjang.
‘’Antara lain, menangkap buaya dan mengirimnya ke Kota Tarakan karena Nunukan tidak memiliki penangkaran. Dan kedua, membuat penangkaran sendiri, sekaligus menjadi destinasi wisata,’’ kata Hasan.
Lanjut dia, untuk menangkap dan mengirim buaya ke Kota Tarakan, membutuhkan biaya yang cukup besar dan menggunakan standar pengangkutan khusus.
Sehingga Pemkab Nunukan masih harus menghitung ulang terkait anggaran.
Sedangkan untuk rencana pembuatan penangkaran, menjadi target kepala desa Binusan, agar dapat dibangun di wilayahnya yang berada tidak jauh dari areal mangrove.
Penangkaran, akan dibangun dengan Dana Desa, dan akan menjadi destinasi wisata warga Nunukan yang tentunya mendatangkan Pendatapan Asli Daerah (PAD).
‘’Biaya membuat penangkaran juga cukup tinggi. Tapi cara tersebut lebih kecil anggarannya dibanding mengirimkan buaya buaya yang ditangkap ke Tarakan. Kita berharap itu menjadi solusi banyaknya buaya saat ini,’’ kata Hasan.
Surat Terbuka dari warga.
Meningkatnya populasi buaya menjadi kekhawatiran pembudidaya rumput laut yang bermukim di wilayah pesisir.
Kekhawatiran tersebut, mendorong mereka untuk membuat surat terbuka yang ditujukan kepada Pemerintah Daerah.
Harapannya, Pemerintah Daerah bisa memberikan jaminan keamanan dan segera bertindak untuk mengantisipasi potensi ancaman predator ganas tersebut.
Begini isi surat yang diunggah oleh akun Facebook Ilyas Ali, mewakili isi hati para penduduk pesisir Nunukan :
‘Surat terbuka, kami sampaikan kepada Pemerintah Daerah Nunukan, mengingat kami hanya petani rumput laut, yang punya keterbatasan dalam membuat konsep surat, untuk ditujukan ke instansi terkait.
Dimohon kepada Pemerintah Daerah, melalui Dinas Perikanan dan Kelautan, sekiranya bisa berkoordinasi dengan Balai BKSDA konservasi satwa, agar kiranya bisa membantu kami sebagai warga pesisir, khususnya daerah Pangkalan, yang sebagian warganya beraktivitas dan bekerja di laut.
Bisa menangani kemunculan buaya yang sering lalu lalang di bawah rumah warga dan jemuran petani rumput laut, sebelum terjadinya korban, baik anak anak maupun orang dewasa.
Yang dulunya masih berukuran kecil, namun hingga sekarang sudah berukuran panjang 3 meter.
Meskipun sebagian warga merasa hidup berdampingan dan bersahabat dengan buaya, namun insting berburu sang predator siapa yang tau ?
Kapan ia bersikap agresif, dan kapan ia jinak. Hingga sebagian warga takut dan membatasi aktifitasnya di laut, seperti mengesek (cuci tali rumput laut) dan membersihkan perahu.
Meskipun kategori hewan reptil ini dilindungi, kami juga tiada daya dan upaya untuk menindaki atau menyingkirkannya, selain mengharap dari tindakan instansi terkait. mengingat kami juga kerja di lautan, jauhkanlah bala’ buat semua petani rumput laut Nunukan.
Sekiranya bisa memindahkan ke habitat yang ada, atau membuatkan semacam penangkaran buaya.
Tentu untuk menjaga keberlangsungan hidup sang buaya, dan juga bisa menjadi objek wisata, di penangkarannya bagi warga, tanpa menjadi ancaman bagi warga pesisir, Terima kasih’. (Dzulviqor)
