NUNUKAN – Pemerintah Kabupaten Nunukan memberhentikan dengan tidak hormat dua orang dokter yang terbukti melakukan tindakan indisipliner.
Dua orang dokter bestatus PNS tersebut adalah, drg. AA yang bertugas di RS. Pratama Sebatik, serta dr. TY yang bertugas di UPT. Puskesmas, Desa Atap Kecamatan Sembakung.
‘’Keduanya nekat mengambil sekolah untuk spesialis, meski tidak ada rekomendasi dari Bupati. Instansi tekhnisnya, Dinas Kesehatan sudah mengeluarkan surat peringatan pertama, tidak diindahkan, begitu juga dengan surat peringatan kedua. Akhirnya, dengan berat hati, dinyatakan dipecat tidak hormat,’’ ujar Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Nunukan, Sura’i, Senin (12/12) kemarin.
Sura’i menyesalkan sikap kedua dokter tersebut, karena terkesan tidak bertanggung jawab dengan statusnya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Selain itu, tindakan mereka juga sangat merugikan Nunukan, yang selama ini masih sangat kekurangan tenaga dokter.
‘’Kita semua tahu, kuota dokter untuk wilayah perbatasan Negara ini sangat sangat minim. Mereka sudah mengambil kuota Nunukan yang seharusnya bisa mempertanggung jawabkan pilihannya.,’’ tegasnya.
Lanjut Sura’i, pemecatan dilakukan melalui proses pengkajian yang cukup lama dan menyesuaikan aturan yang berlaku.
‘’Nunukan terakhir kali membuka kuota dokter sekitar 2016. Setelah itu, kita belum ada lagi kuota. Dan saat ini, APBD kita sudah mencapai batas maksimum untuk pembelanjaan pegawai yang 30 persen. Jadi untuk membuka kuota dokter lagi, kita sudah tidak mampu jika mengacu pada batas belanja maksimum adalah 30 persen APBD,’’ jelas Sura’i.
Tidak hanya itu seorang ASN juga terikat dengan PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, maka ketika melanggar aturan ini, seorang ASN bisa dianggap tidak berintegritas dan kena sanksi.
‘’Ini masalah yang sangat prinsipil. Ketika pelanggaran ini dibiarkan, kewibawaan pemerintah akan dipertanyakan dan yang lain akan menjadikan kasus ini untuk diikuti. Satu sisi, Nunukan kekurangan dokter. Sisi lain, moralitas dan etika kedua dokter tersebut, memaksa Pemerintah mengambil tindakan. Semoga ini terakhir kalinya dan tidak ada kasus serupa di kemudian hari,’’ kata Sura’i. (Dzulviqor)
