NUNUKAN – Belakangan ini seorang kakek tua bernama La Hasim (80) asal Buton, Sulawesi Tenggara, sering terlihat berada di kantor Kepolisian Sektor (Polsek) Kota Nunukan, Kalimantan Utara.
Orang yang mengenalnya, menggambarkan La Hasim sebagai sosok orang tua yang sulit mengendalikan emosi.
Meski demikian, dia merasa nyaman jika berada dan tinggal di kantor polisi.
‘’Mereka semua keluarga saya, saya mau terus tinggal di Kantor Polisi, kalau bisa, saya mau mati di Kantor Polisi saja. Jadi ada yang urus saya nanti,’’ ujarnya, saat ditanya mengapa ia selalu minta diantar ke Polsek Nunukan Kota, dan tak mau pergi dari sana.
Di usia senjanya, La Hasim masih ingat dengan jelas kisah masa lalunya. Ia merupakan perantau, dan masuk Nunukan, pada sekitar 1967.
Seperti perantau oada umumnya, ia juga sempat menjadi TKI di Malaysia selama kurang lebih 9 tahun, dan kembali ke Nunukan setelah mendapatkan modal usaha.
Di Nunukan, ia sempat menikahi wanita yang membuatnya jatuh cinta. Namun La Hasim enggan bercerita, mengapa kini hidup sendirian, luntang lantung, dan tidur di tempat tak menentu.
‘’Dulu ada istri tapi saya sudah tinggalkan. Untuk pulang kampung saya tidak mau, kecuali keluarga jemput. Keluarga tidak ada yang menganggap saya ada,’’ tuturnya.
Minta kamar di Polsek
Awalnya, kata La Hasim, ia membuat rumah tinggal di daerah Nunukan Selatan. Sebuah rumah gubuk di tengah kebun, tanpa tetangga.
Belakangan, La Hasim terus menerus datang ke Polsek Nunukan, dan tak mau beranjak dari kantor polisi tersebut.
Didalam ingatannya, ia hanya tahu Mapolsek Nunukan Kota. Ia berpatokan alun alun sehingga ia terus menerus datang ke Polsek, yang sudah dianggapnya sebagai rumah baginya.
Para petugas, pada mulanya merespons dengan baik. La Hasim dilayani sedemikian rupa, diberi makan, dipersilahkan tidur di Polsek.
Ia diberi ruangan untuk ditinggali. Tapi karena kebaikan para polisi itu juga, La Hasim merasa diberi fasilitas rumah gratis, dan menganggap ruangan tersebut sebagai kamar ataupun rumahnya.
‘’Ruangan itu diminta beliau. Katanya biarlah saya tinggal disini, kasihkan saya saja kamarnya. Saya mau tinggal disini,’’ ujar Kapolsek Nunukan Kota, Ipda Disko Barasa, menirukan ucapan La Hasim.
Meski dilayani dengan baik selama sepekan tinggal di Mapolsek Nunukan, akan tetapi sikap La Hasim yang temperamental, membuat petugas terganggu.
La Hasim sering memarahi polisi tanpa sebab. Semua masyarakat yang datang membuat laporan, ditanya sampai mendetail, yang membuat mereka risih.
‘’Beliau rajin ibadahnya, tapi tidak lihat tempat. Beliau Salat di depan pintu Kapolsek, di depan penjagaan. Kalau ditegur marah, dan memang beliau mudah marah orangnya,’’ sebut Barasa.
‘’Kakek La Hasim ini, dulunya juga seorang guru mengaji yang terkenal galak,’’ imbuhnya.
Justru karena sikap emosinya juga membuat para anggota Kerukunan Keluarga Sulawesi Tenggara (KKST) di Nunukan, berpikir ulang untuk menampungnya.
Hal tersebut, terungkap ketika polisi mencoba melakukan komunikasi dengan KKST Nunukan.
Sudah pernah dipulangkan
La Hasim juga selalu marah, jika polisi menawarkannya untuk pulang kampung dan bertemu keluarganya di Buton.
Menurut La Hasim, hubungan kekeluargaannya tidak baik, sehingga ia akan bereaksi keras ketika ada yang menyinggung soal keluarganya di kampung.
‘’Biar siapa orangnya, kalau bilang mau antar dia pulang, mengamuk itu beliau. Polisi dibentaknya, dimarahi, ndak ada urusan dia. Kalimatnya juga kasar sekali, itu juga yang buat anggota KKST yang pernah menampungnya menyerah,’’ kata Barasa.
Menimbang perlunya tindakan lebih lanjut terhadap La Hasim, Polisi membawanya ke Dinas Sosial.
Ternyata, Dinas Sosial juga pernah mengurus La Hasim, terbukti kepemilikan KTP dan BPJS.
Barasa menjelaskan, Dinas Sosial, sempat mengurus kepulangan La Hasim, namun tak lama kemudian, terdengar kabar La Hasim sudah kembali ke Nunukan.
‘’Kita serahkan kembali beliau ke Dinas Sosial. Ada rencana untuk menempatkannya di Panti Jompo, Tanjung Selor. Tapi hal itu masih harus dirapatkan,’’ kata Barasa. (Dzulviqor)
