NUNUKAN – Surat Klarifikasi Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Nunukan, Kalimantan Utara, membuat gaduh, karena dianggap melarang 708 KK di Desa Pembeliangan, untuk menggarap lahan plasma milik PT.Sebakis Sawit Plantation (SSP).
Akibatnya, para tokoh masyarakat dan tokoh adat, Kepala Desa dan Camat Sebuku, datang ke DPRD, meminta hearing atau Rapat Dengar Pendapat mempertanyakan maksud dari surat tersebut.
Kepala DKPP Nunukan, Muhtar, membantah jika dirinya melarang warga Desa Pembeliangan, Kecamatan Sebuku, menggarap lahan plasma milik PT Sebakis Sawit Plantation (SSP).
Surat Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Nunukan, Nomor : 632-DKPP.VI/520/VII/2022 tanggal 6 juli 2022, perihal klarifikasi, ditujukan pada PT SSP, sebagai jawaban dari permohonan Rencana Kinerja Tahunan (RKT), yang dikirim pada 24 Juni 2022.
‘’Saya membuat surat itu sebagai sikap kami yang belum mendapat kejelasan status lahan. Dari peta yang dikirim Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, lahan inti PT SSP, masuk peta indikatif kawasan hidro gambut,’’ujarnya, Senin (27/2/2023).
Ada dua point yang menjadi jawaban dalam surat klarifikasi tersebut. Masing masing, DKPP tidak bisa menrbitkan surat persetujuan rencana kerja pembukaan dan pengolahan lahan perkebunan, sebelum mendapatkan kepastian status lahan PT. SSP.
Yang kedua, perlu dilaksanakan koordinasi dan konsultasi ke Kementrian Lingkungan hidup dan kehutanan untuk memastikan status lahan PT SSP.
‘’Dalam peta indikatif yang sudah dikeluarkan Kementrian Kehutanan, masuk dalam kawasan hutan gambut. Penentuan kawasan gambut, bukan kami, tapi Kementrian. Kami hanya dikasih peta oleh Kementrian,’’ lanjutnya.
Dalam peta Kemen LHK juga dijelaskan, ada dua jenis gambut. Yaitu jenis budi daya dan lahannya masih bisa dimanfaatkan, baik untuk penanaman kelapa sawit atau tanaman hutan sejenis lain.
Kedua, jenis gambut lindung. Jenis ini, merupakan jenis yang harus dilindungi dan telah diatur dalam undang undang. Sehingga kawasannya tidak bisa diganggu gugat.
Muhtar menegaskan, DKPP tidak melarang pengerjaan plasma. Melainkan, adanya aktivitas di lahan inti PT SSP yang menurut Kementrian LHK, masuk dalam peta indikatif hidro gambut.
‘’Makanya PT SSP, saya suruh koordinasi ke Kementrian sebelum saya mengeluarkan RKT. Kalau saya mengeluarkan RKT tanpa ada status lahan, terus seandainya masuk kategori lindung, saya yang ditangkap polisi karena melakukan pelanggaran administrasi,’’ tegasnya.
Ia juga mengatakan, persoalan ini, sebelumnya sudah dibahas dalam rapat pada 14 Februari 2023.
Saat itu, disepakati lahan gambut yang masuk HGU dan terlanjur dikerjakan, boleh lanjut dikerjakan.
Sementara yang belum dikerjakan, diminta untuk menunggu kepastian statusnya yang akan jelas setelah surat kementrian Kehutanan diterima.
‘’Sekali lagi, surat kami bukan melarang plasmanya dikerjakan. Tapi saya tidak mengeluarkan RKT di kebun inti, karena masuk peta indikatif gambut,’’ kata Muhtar. (Dzulviqor)
