NUNUKAN – Seorang buron, yang selama ini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Polres Nunukan, Kalimantan Utara, dalam dugaan perkara Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), M (52), warga Jalan Cik Ditiro, Nunukan, Kalimantan Utara, dicokok Polisi, di asrama haji Manggar, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur.
Kasat Reskrim Polres Nunukan, AKP Lusgi Simanungkalit, mengatakan, M diamankan Unit Reskrim Polsek Bandara Sepinggan, Balikpapan, saat perjalanan pulang berhaji dari Tanah Suci Mekkah Al Mukarromah, pada Kamis (13/7/2023).
‘’Saat diamankan, M dititipkan di Rutan Polsek Balikpapan Timur. Dan saat ini, M sudah kita amankan di Mapolres Nunukan,’’ ujarnya, Selasa (18/7/2023).
Lusgi menjelaskan, awal Juni 2023, Satgas TPPO Polri, yang dipimpin langsung Wakabareskrim Polri, Irjen Asep Edi Suheri, membongkar jaringan sindikat TPPO. Dan berhasil menggagalkan pengiriman 123 korban, yang akan diseberangkan ke Malaysia, dari wilayah perbatasan RI – Malaysia, di Nunukan, Kalimantan Utara.
Satgas, mengamankan 8 tersangka, yang diduga kuat sebagai sindikat jaringan internasional. Mereka adalah, AW, AZ, LP, EO, YB, A, B, dan U.
‘’Satgas juga memburu dua orang perekrut di Tawau, Malaysia. Dan M adalah salah satunya,’’ ujarnya lagi.
Para tersangka yang diamankan, memiliki peran sebagai kordinator dan perekrut.
Mereka, melakukan perekrutan dan menawarkan pekerjaan di luar negeri dengan gaji besar, dan keberangkatan yang tidak ribet.
Para korban, bahkan ada yang direkrut bersama keluarganya di kampung halamannya, baik di Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, atau Jawa Timur.
Selanjutnya, para kordinator menyiapkan transportasi, bahkan mendampingi perjalanan para korban sampai Pelabuhan Tunon Taka Nunukan.
Mereka menyediakan penampungan sementara, dan sudah menyiapkan speedboat untuk membawa mereka menyeberang ke Malaysia. Di Malaysia, sudah ada perekrut lain yang menunggu para korban.
Ada dua modus yang dipraktikkan para tersangka. Yang pertama, mereka menggunakan jalur resmi bagi calon korban yang memiliki paspor.
Dan kedua, mereka akan menyeberangkan secara ilegal terhadap para CPMI yang hanya mengantongi identitas kependudukan tanpa dokumen keimigrasian.
Untuk CPMI undocumented ataupun yang hanya berbekal KTP/KK tanpa kepemilikan dokumen keimigrasian, mereka diberangkatkan melalui jalur tikus. Dengan perjanjian potong gaji setelah mereka menerima gaji di tempat kerjanya nanti.
Sementara yang memiliki paspor, mereka hanya perlu membayar biaya penyeberangan dan jasa pendampingan. Mereka pun diberangkatkan melalui jalur resmi.
Hanya saja, mereka tidak dibekali dengan dokumen wajib, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang perlindungan Pekerja Migran, diantaranya, perjanjian kerja, nomor kepesertaan jaminan sosial dan lainnya.
Dalam kasus ini, Satgas TPPO mengamankan sejumlah barang bukti, masing masing, 22 unit ponsel, 54 KTP dan 45 paspor.
Para tersangka, diancam dengan Pasal 10 jo pasal 4 UU Nomor 21 tahun 2007 tentang tindak pidana pemberantasan TPPO, dengan ancaman hukuman 10 sampai 15 tahun. Dan pasal 18 Tahun 2017 tentang perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dengan ancaman hukuman antara 3 sampai 15 tahun. (Dzulviqor)
