Connect with us

Hi, what are you looking for?

Sejarah

Tugu Dwikora Ditetapkan Sebagai Salah Satu Situs Cagar Budaya di Nunukan

NUNUKAN – Tugu Dwi Komando Rakyat (Dwikora), ditetapkan sebagai salah satu situs cagar budaya di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.

Bangunan ini merupakan saksi sejarah peristiwa konfrontasi Indonesia – Malaysia yang terjadi pada tahun 1963 hingga 1966 silam.

“Penetapan tugu Dwikora sebagai cagar budaya telah memenuhi syarat Undang – Undang nomor 10 tahun 2020,” ujar

Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disbudporapar) Nunukan, Iskandar, Kamis (2/2/2023).

Dia menuturkan, tugu Dwikora, pertama kali dibangun dengan tinggi 3 meter dengan dikelilingi pagar rantai besi.

Kemudian direnovasi pada 2013 dengan tinggi 17 meter, dengan pagar permanen dari beton dan dilapisi keramik tebal 3 meter, diameter dasar 9 meter persegi.

Pada sisi sebelah kanan tugu, diletakkan 1 unit tank P-T 76, sementara sisi sebelah kiri, dipasangi meriam howitzer 122 mm. Bagian depan tugu, dipasangi jangkar dan diorama foto perjuangan Dwikora.

‘’Dengan dijadikan sebagai cagar budaya, kita mencoba melestarikan sejarah dan menjaga keutuhan Dwikora,’’ kata Iskandar.

Selain Tugu Dwikora, ada 3 situs lain yang juga ditetapkan menjadi cagar budaya di tahun 2023.

Situs dinaksud antara lain, Batu Narit Desa Pa’manit di Krayan Timur, dan Batu Batu Narit Desa Pa’rupai, Krayan.

Keduanya berusia lebih 50 tahun, dan masing-masing mewakili gaya pahatan di Kabupaten Nunukan.

Batu Narit, mewakili masa dalam gaya proses pola pemukiman dari tradisi megalitik yang berkembang di Kabupaten Nunukan.

Dengan bentuk ukiran dan motif yang khas, pahatan pada sebuah batu, tidak serta merta ditempatkan begitu saja. Namun selalu sarat akan konsep manifestasi estetika yang melambangkan alam fikir masyarakat pendukungnya.

‘’Belum banyak diketahui mengenai pola batu narit di Krayan, apa makna dan artinya. Masih butuh kajian mendalam untuk mempelajari motif tersebut,’’ imbuhnya.

Baca Juga:  Gelar Raker Perdana, Ini Harapan Komunitas Perempuan Adat Dayak Agabag

Dan situs terakhir, adalah Prupun, yang juga ada di dataran tinggi Krayan. Prupun, merupakan tempat penguburan seseorang bernama Li’tan yang tidak memiliki keturunan namun kaya raya.

Sebelum meninggal, ia menghimpun masyarkat agar hartanya tidak diperebutkan. Hartanya kemudian dimasukkan dalam lubang dan ditumpuk batu, (prupun manik). Dengan iringan pesta besar.

‘’Saat ia meninggal, ia dikuburkan di dekat prupun manik, diatasnya diletakkan batu batu alam berukuran besar. Kisah sejarah dan peradaban inilah yang saat ini sudah ditetapkan situs cagar budaya,’’ kata Iskandar. (Dzulviqor)

 

Loading

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kabar Lainnya

Nunukan

NUNUKAN – Bank Rakyat Indonesia (BRI) cabang Nunukan, merilis hasil investigasi kasus hilangnya uang nasabah bernama Betris, senilai kurang lebih Rp. 384 juta, Selasa,...

Olahraga

NUNUKAN – Sabri, salah satu Atlet panjat tebing asal Nunukan, yang pernah meraih medali emas (perorangan) pada PON XVII 2012 di Riau, Perunggu (perorangan)...

Hukum

Menanggapi keterlibatan dua angotanya, Syaiful menegaskan, tidak ada toleransi bagi anggotanya yang terlibat penyalahgunaan narkoba.

Nunukan

NUNUKAN – Bank Rakyat Indonesia (BRI) menggelar senam sehat, bertajuk ‘Bilang aja gak terhadap kejahatan perbankan’, di halaman Kantor Cabang BRI, Jalan TVRI, Nunukan...