NUNUKAN – Angka pernikahan dini di Kabupaten Nunukan, pada tahun 2022 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2021 lalu.
Menurut data Pengadilan Agama Nunukan, pada 2021 tercatat 53 kasus pernikahan dini yang mengajukan dispensasi nikah, sementara pada 2022 terdapat 33 kasus pernikahan dini, dengan usia termuda 14 tahun.
Humas Pengadilan Agama Nunukan, Feriyanto menuturkan, turunnya angka kasus pernikahan pada anak diduga karena sulitnya persyaratan untuk mendapatkan dispensasi nikah.
‘’Ada mekanisme dan persyaratan tidak mudah, sehingga orang tua lebih memilih menikahkan anaknya secara siri ketimbang di Pengadilan Agama,’’ ujar Feriyanto, diwawancara pada Rabu (15/2/2023).
Dia mengatakan, sebagian besar pernikahan dini yang terjadi di Nunukan disebabkan oleh Married by Accident (MBA) yang dipicu oleh pergaulan bebas.
‘’Data PA mencatat, sekitar 80 kasus pernikahan dini di perbatasan RI – Malaysia ini, didominasi oleh kasus MBA,’’ jelasnya.
Sementara itu, prosedur untuk mendaftarkan pernikahan secara resmi bagi anak usia dini, cukup panjang dan bertahap.
Pemohon harus mengantongi rekomendasi dari psikolog, Dinas Kesehatan, serta Dinas Sosial sebelum diajukan ke Pengadilan Agama.
Selanjutnya PA akan meneliti berkas dan melakukan wawancara langsung terhadap calon mempelai.
“PA akan menolak memberikan dispensasi, manakala calon pengantin mengaku dipaksa dan mendapat tekanan dari pihak lain,” imbuhnya.
Hal tersebut, pernah terjadi pada 2022, dimana si bocah perempuan yang masih berusia belia mengaku ingin melanjutkan sekolahnya sebelum menikah.
‘’Kita selalu memeriksa apakah pernikahan dilakukan dengan pemaksaan. Banyak juga anaknya tidak mau tapi orang tua terlanjur menerima uang panaik. Intinya ketika si anak terlihat tertekan dan dibawah paksaan tidak akan kita keluarkan dispensasi,’’ tegasnya. (Dzulviqor)
