NUNUKAN – Kepala Desa Setabu, Ramli, memastikan lahan RT 02 yang digarap untuk sodetan sungai oleh masyarakat, merupakan lahan milik warga dengan legalitas yang kuat.
‘’Lahan yang dikerjakan alat berat di RT 02 Setabu adalah milik warga, bukan areal konservasi mangrove. Ada SPPT-nya, dan memang lokasinya berbatasan dengan kawasan konservasi mangrove,’’ ujarnya, Rabu (8/2/2023).
Ramli mengakui, ada miskomunikasi yang terjadi dalam penggarapan sungai untuk kapal kapal warga yang menginginkan bisa mengangkut rumput laut langsung ke areal pemukiman.
Ia juga tidak membantah, pekerjaan tersebut menuai sorotan tajam, bahkan ada tudingan perusakan mangrove dari Pemerintah Daerah.
‘’Pekerjaan ini izinnya ada masuk ke Kades juga. Saya mengizinkan pembuatan sungai karena manfaatnya akan dirasakan warga setempat dan memang untuk kepentingan masyarakat,’’ ujarnya lagi.
Ramli juga mengakui, Desa Setabu sudah sejak 2014 mengusulkan adanya lokasi representative untuk mengangkut hasil nelayan yang langsung sampai di areal pemukiman penduduk.
Usulan tersebut, kembali mengemuka ketika masyarakat Setabu beralih ke rumput laut, dimana mereka belum memiliki lokasi tambat perahu dan lokasi penjemuran rumput laut.
Sayangnya, usulan tersebut, belum terealisasi sampai hari ini.
‘’Akhirnya masyarakat swadaya dan meminta tolong ke pemilik alat berat untuk membuka cabang jalur sungai. Tapi memang ada kesalah pahaman yang menyudutkan warga setempat sampai ada tudingan perusakan mangrove,’’ imbuhnya.
Padahal, kata Ramli, pembuatan sungai, dikerjakan di lahan warga setempat, yang tidak mengganggu kawasan konservasi mangrove.
Masyarakat setempat juga sadar arti penting mangrove, sehingga pekerjaan membuat sungai, tidak sampai mengarah ke dalam patok batas areal mangrove.
‘’Jadi tidak ada perusakan mangrove atau merusak kawasan konservasi. Pembuatan sungai ada di dalam lahan warga masyarakat, bukan tanah pemerintah,’’ kata Ramli. (Dzulviqor)
