NUNUKAN – Tenaga pendidik di perbatasan Indonesia-Malaysia, mempertanyakan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang akan menghapus mata pelajaran bahasa inggris untuk siswa SMA.
Andi Jumiati, guru bahasa inggris, di SMAN 1 Nunukan, menyayangkan jika RUU tersebut disahkan menjadi undang-undang.
‘’Mengapa tidak tercantum sebagai mata pelajaran wajib? apakah nantinya peserta didik hanya dapat mengakses mata pelajaran Bahasa Inggris lewat kursus dan tidak lagi didapatkan di bangku sekolah? Saya yakin hampir semua guru bahasa inggris memiliki kegelisahan yang sama,” ujarnya, pada Rabu (7/9) kemarin.
Kegelisahan Jumiati bukan tanpa dasar, sejak naskah RUU tersebut dirilis pada Agustus 2022 lalu, dia sempat melakukan riset yang melibatkan pelajar berprestasi di sekolahnya sebagai koresponden.
Hasilnya, responden menjawab hilangnya mata pelajaran bahasa inggris dalam pelajaran wajib tidak relevan untuk saat ini.
Sebab, persaingan bukan lagi antar daerah saja, tapi sudah secara global.
“Mereka tidak setuju mata pelajaran Bahasa Inggris tidak lagi masuk dalam mata pelajaran wajib, justru harus menjadi kebiasaan agar pada saat kegiatan yang berhubungan dengan dunia luar atau internasional, kita tidak gagap dan susah berkomunikasi,” imbuhnya.
Pendapat lain dari responden yakni dari sisi teknologi yang juga aktif menggunakan bahasa inggris.
Oleh itu, Jumiati berpendapat, pasal 81 pada naskah RUU Sisdiknas agar dapat ditinjau ulang dan meminta agar mata pelajaran Bahasa Inggris dapat berada pada posisi atau urutan ke 11 mata pelajaran wajib pada pasal tersebut.
“Apalagi di daerah perbatasan seperti Nunukan, dengan akses kursus yang masih belum banyak. Semoga hal ini menjadi perhatian untuk ke depannya. Sehingga mata pelajaran bahasa inggris dapat diajarkan sejak dini dan nantinya peserta didik dapat maju dalam hal bahasa serta dapat bersaing secara global dengan bangsa lain,” harapnya. (Dzulviqor)
