NUNUKAN – Intensitas hujan tinggi yang terjadi sejak Minggu (28/5/2023), mengakibatkan air sungai Sembakung naik, dan mulai merendam 3 Desa di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.
Sebagaimana diketahui, banjir di perbatasan RI – Malaysia ini berasal dari Sungai Talangkai di Sepulut Sabah Malaysia.
Banjir kemudian mengalir ke sungai Pampangon, berlanjut ke sungai Lagongon ke Pagalungan, yang masih wilayah Malaysia.
Dari Pagalungan, aliran sungai kemudian memasuki wilayah Indonesia melalui sungai Labang, sungai Pensiangan dan sungai Sembakung.
Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nunukan, Armansyah, mengatakan, saat ini banjir kiriman tersebut, mulai menggenangi Desa Atap, Desa Tagul, dan Desa Manuk Bungkul.
‘’Ketinggian air sungai mencapai 4.35 meter, dan laporan terakhir, masih ada kenaikan sekitar 15 cm,’’ ujarnya, Senin (29/5/2023) kemarin.
Kondisi ini, mengakibatkan warga di wilayah terdampak, beraktivitas dengan perahu. Data sementara yang dilaporkan, banjir di 3 Desa, mengakibatkan sekitar 4 rumah warga terendam.
Sejumlah fasilitas publik, yaknj SDN 04 Tembelenu, SDN 01 Atap, Pos Pemadam Kebakaran Sembakung, juga kebanjiran.
Armansyah, mengatakan, dua tahun belakangan, kejadian banjir di wilayah Sembakung, mulai intens dengan 3 kali kejadian dalam setahun. Sebelumnya, banjir kiriman Malaysia, hanya datang setahun sekali.
‘’Penggundulan atau penebangan hutan, bukan hanya terjadi di wilayah Malaysia. hutan-hutan kita mulai dibabat untuk membuka lahan perkebunan, baik oleh warga, atau perusahaan kelapa sawit,’’ jelasnya.
BPBD Nunukan juga selalu melakukan persiapan dan antisipasi setiap tahun. Pemkab Nunukan juga sudah melakukan usulan anggaran ke Pemerintah Pusat, untuk merelokasi sekitar 232 warga Kecamatan Sembakung yang selama ini bermukim di bantaran sungai.
‘’Untuk relokasi, kita sudah lakukan kesepakatan dengan warga, ada juga SK Bupati untuk program tersebut. Kita sediakan lahan dengan luasan 60 hektar di areal bukit, untuk mengantisipasi kejadian banjir,’’ imbuhnya.
Nantinya, Pemerintah bakal membagikan anggaran sekitar 50 sampai 60 juta Rupiah untuk satu bangunan rumah.
Selain itu, Pemerintah juga terus melakukan pembinaan dan pelatihan Desa Anti Bencana (Destana), agar masyarakat yang bermukim di bantaran sungai lebih sigap dan tanggap dalam menanggulangi dan antisipasi bencana banjir.
Namun karena banjir kiriman, merupakan fenomena yang dianggap biasa, warga sekitar selalu berdiam di pungkau, atau semacam papan yang disusun sebagai lantai di bawah atap/para para. Masyarakat melakukan aktivitas mereka di tempat tersebut.
‘’Kami selalu siaga, dan karena musibah ini sudah menjadi rutinitas, petugas sudah sangat faham dan terbiasa. Mereka sudah terlatih dalam berkomunikasi maupun bagaimana menindaklanjuti kejadian di lapangan,’’ kata Arman. (Dzulviqor)
