NUNUKAN – Anggota Komisi IX DPR RI, H Alifudin, SE, MM, melakukan kunjungan kerja ke Nunukan, Kaltara, untuk sosialisasi dan edukasi akselerasi penanganan stunting, pasa Sabtu (12/8/2023) lalu.
Pada kegiatan yang digelar di gedung Akbar Ali, Jalan Fatahilah ini, Alifudin menyampaikan, lima pilar pencegahan stunting yang telah ditetapkan dalam strategi nasional.
Lima pilar pencegahan stunting tersebut antara lain, komitmen dan visi kepemimpinan, kampanye nasional dan komunikasi perilaku, konvergensi koordinasi dan konsolidasi pusat, daerah dan desa, serta ketahanan pangan dan gizi, pemantauan dan evaluasi.
“Saya meminta intervensi stunting tidak hanya dilakukan oleh sektor kesehatan saja, tetapi dilaksanakan secara bersama-sama karena tingkat keberhasilan program ini sangat mempengaruhi sektor non kesehatan, dalam hal ini juga perubahan perilaku masyarakat,” ujarnya.
Menurutnya, butuh dua aksi dalam percepatan penurunan stunting, yaitu, analisis situasi dengan menimbang kendala pelaksanaan integrasi intervensi gizi.
Serta, menyusun program kegiatan untuk meningkatkan pelaksanaan intergrasi intervensi gizi.
“Kedua hal ini, seyogyanya menjadi perhatian Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS),” lanjutnya.
Alifuddin menambahkan, semua orang bersama stakeholder, hendaknya memiliki inovasi agar upaya pemenuhan gizi masyarakat terutama bagi mereka yang rentan stunting seperti Ibu hamil, serta anak balita.
“Semua sistem laporan kejadian, diharapkan dilakukan tepat waktu demi kelancaran program percepatan penurunan stunting yang dilaksanakan secara holistik, integratif dan berkualitas yang mencakup intervensi spesifik dan intervensi sensitif yang dilakukan secara konvergen melalui kerjasama multisektor,” ujarnya lagi.
Sementara itu, Kepala Perwakilan BKKBN Kaltimtara, Sunarto mengatakan, pernikahan dini, juga menjadi salah satu penyebab stunting.
Ia menjelaskan, perempuan yang masih berusia remaja secara psikologis belum matang, serta belum memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kehamilan dan pola asuh anak yang baik dan benar.
“Remaja masih membutuhkan gizi maksimal hingga usia 21 tahun. Nah, jika mereka sudah menikah pada usia 15 atau 16 tahun misalnya, maka tubuh ibu akan berebut gizi dengan bayi yang dikandungnya. Jika nutrisi si ibu tidak mencukupi selama kehamilan, bayi akan lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan sangat berisiko terkena stunting,” kata Sunarto..
Selain itu, perempuan yang hamil di bawah usia 18 tahun, organ reproduksinya juga belum matang.
Artinya, organ rahim, belum terbentuk sempurna, sehingga berisiko tinggi mengganggu perkembangan janin dan bisa menyebabkan keguguran.
Data Dinas Kesehatan Nunukan mencatat, terdapat 19.000 balita, di mana sekitar 30 persennya atau sekitar 5.700 balita, terindikasi stunting.
Hadir dalam kegiatan ini, Dr. Sunarto, Kepala Perwakilan BKKBN Kaltimtara, dan tokoh masyarakat juga tokoh agama Muhammad Nasir. (Dzulviqor)
