NUNUKAN – Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DSP3A) Kabupaten Nunukan, sedang menangani korban kasus tindak pidana penjualan orang (TPPO). Korban yang masih berusia 16 tahun, dijadikan Pekerja Seks Komersial (PSK) di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) pada DSP3A Nunukan, Endah Kurniawatie, mengatakan, gadis lulusan salah satu SMP Negeri di Nunukan tersebut, merupakan korban broken home, kurang perhatian orang tua, dan pola asuh yang salah.
‘’Ibunya terjerat kasus narkoba dan masuk penjara, sementara ayahnya kawin dua. Satunya di Tarakan, dan satunya lagi adalah tante si anak. Usia segitu, belum kuat menghadapi kenyataan, apalagi tantenya menjelma ibu sambungnya. Secara psikis si anak tidak siap dan memendam kemarahan,’’ujarnya, Selasa (17/1/2023).
Dalam kemarahannya, si anak akhirnya memilih pergi ke Tarakan dan tinggal bersama ibu sambungnya yang lain.
Di Kota Tarakan, ia dibebaskan bergaul dan keluar malam.
Hingga kemudian, korban bekerja di sebuah kafe dan mempertemukannya dengan seorang laki-laki yang mengiming imingi gaji besar, asal si gadis mau belajar menjadi pemandu musik / DJ.
‘’Dari perkenalan itulah si anak akhirnya dibawa ke Berau. Ia dijanjikan menjadi DJ, nyatanya malah dijual sebagai pemuas pria hidung belang,’’ lanjutnya.
Tarif si bocah juga terkesan murah, hanya Rp 500.000 dalam sekali kencan. itu belum dipotong untuk biaya sewa kamar Rp 50.000, dan biaya mucikari. Entah berapa rupiah bagian si anak.
‘’Keberadaan si anak di salah satu Tempat Hiburan Malam (THM) diketahui ketika ada operasi pekat Polres Berau. Dia terjaring razia, dan mengaku sudah melayani lima laki laki hidung belang,’’ kata Endah lagi.
Anak tersebut, kemudian dikirim ke Nunukan di akhir tahun 2022, dan diserahkan ke DSP3A untuk segera direhabilitasi.
Endah menegaskan, lingkungan dan tingkah polah orang tua, akan menjadi siluet yang terekam jelas dalam memori anak yang masih kosong, dan memiliki ruang luas untuk menterjemahkan hal-hal tersebut.
Sehingga, hendaknya orang tua bisa menjadi tauladan dan menjauhkan diri dari sifat yang mempengaruhi anak ke hedonisme dan perilaku tidak semestinya.
‘’Kita sedang proses untuk rehabilitasi si anak. Pertama, dia adalah korban broken home. Ibunya dipenjara saat ia beranjak remaja. Kedua mentalnya belum kuat menghadapi sikap ayahnya yang mengambil tantenya sebagai ibu sambung, dan terakhir, dia korban TPPO. Ini masalah komplek, sembari menunggu rehabilitasi, kita pelan’pelan memberikan pendampingan secara mental dan psikis,’’ kata Endah. (Dzulviqor)
