Connect with us

Hi, what are you looking for?

Ekonomi

Urun Rembug Masalah Rumput Laut, APRL Nunukan Bahas Rumput Laut SP dan Retribusi Pajak

NUNUKAN – Asosiasi Pengusaha Rumput Laut (APRL), Nunukan, Kalimantan Utara, duduk bersama membahas dinamika rumput laut di lapangan, dan wacana retribusi pajak penghasilan sebagai kewajiban pengusaha untuk negara.

Ketua APRL Nunukan, Feri, mengatakan, sebagai salah satu sektor penopang ekonomi yang termasuk dominan di Kabupaten Nunukan, butuh adanya sinergitas dan kontribusi pajak yang memang menjadi kewajiban.

“Banyak hal kita bahas, menyoal setiap permasalahan di lapangan. Adanya varian SP dan salah satunya terkait mekanisme pungutan pajaknya,” ujarnya.

Kata Feri, rumput laut varian gelidium SP, atau dikenal dengan sebutan rumput laut SP, merusak kualitas dan menjatuhkan harga pasar.

Sementara, sebagian besar petani rumput laut Nunukan, membudidayakan rumput laut eucheuma cottonii atau Cottonii.

Tetapi apabila digabungkan dengan SP, maka hasilnya akan rusak dan harga juga ikut anjlok.

Sebagaimana dijelaskan Feri, harga rumput laut SP sangat murah.

Untuk per kilogram rumput laut SP hanya dihargai Rp. 6 ribu per kilogram di Makassar.

“Mau kita jual berapa disini kalau harganya segitu. Sementara kalau cottonii meski fluktuatif, saat ini di harga Rp. 16.000 sampai Rp. 18.000 per Kg,” kata Feri.

Menimbang persoalan tersebut, APRL sepakat untuk menghabiskan SP sekali panen, dan melarang membudidayakannya di Nunukan.

Sedangkan untuk masalah pungutan pajak penghasilan, APRL masih akan meminta sosialisasi intens dengan petugas pajak.

Seperti, berapa persen PPH yang harus dibayar, dan bagaimana cara menghitungnya.

“Kita juga sadar bahwa penghasilan tentu ada pajaknya. Itu menjadi salah satu kontribusi kita juga. Hasilnya juga ada bagi hasil ke daerah,” tambahnya.

Secara keseluruhan, sektor rumput laut masih menjadi penggerak ekonomi mandiri yang sangat mendominasi.

pengiriman juga sangat lancar, dengan estimasi sekitar 1500 ton per minggu.

Baca Juga:  Makin Terisolasi di Masa Pandemi Covid-19, Warga Dataran Tinggi Krayan Pilih Perluas Sawah

Angka tersebut cukup stabil, meski harganya sering naik turun, mengikuti atmosfer pasar di Makassar, Surabaya, maupun Korea dan Tiongkok.

“Yang masih menjadi persoalan adalah armada angkut rumput laut kita ke luar Pulau. Sejauh ini masih bergantung dengan kapal penumpang. Ke depan ini tentu menjadi persoalan yang butuh solusi,” tutupnya. (Dzulviqor)

Loading

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Kabar Lainnya