NUNUKAN—Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang pemerintah gadang-gadang sebagai solusi penanganan stunting di Nunukan, Kalimantan Utara, justru menghadapi badai. Tiga Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang menjadi ‘dapur’ utama program ini kini terpaksa menghentikan operasi.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Nunukan, Miskia, membenarkan penutupan sementara tiga lokasi strategis tersebut. Tiga SPPG yang kini ‘disegel’ berlokasi di Nunukan Barat, Sebatik Tengah, dan Sebatik Timur.
“Memang, kami menghentikan operasi sementara tiga SPPG,” ungkap Miskia. “Itu SPPG Nunukan Barat, SPPG Sebatik Tengah dan SPPG Sebatik Timur.” Pernyataan ini ia sampaikan saat ditemui pada Jumat (14/11/2025) lalu.
Tragedi Makanan ‘Berbakteri’ di Sebatik Tengah
Penutupan SPPG Sebatik Tengah memiliki alasan kuat. Lokasi ini menyaksikan tragedi keracunan massal yang menimpa 147 siswa di Pulau Sebatik. Insiden terjadi setelah para siswa menyantap menu MBG pada Selasa (30/9/2025).
Investigasi mendalam oleh Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Tarakan dan BBLKM Surabaya menemukan penyebab mengerikan. Bakteri Bacillus cereus mengontaminasi makanan tersebut.
Infeksi bakteri ini mengindikasikan kelalaian serius dalam proses penyiapan, pengolahan, atau penyimpanan makanan. Atas dasar temuan inilah, Dinkes mengambil kebijakan tegas.
“Kami mengambil kebijakan penyetopan, sembari memberikan saran agar SPPG melengkapi semua persyaratan.”
Standar Higienitas Jeblok dan Nihilnya Ahli Gizi
Masalah berbeda, namun tak kalah genting, menghampiri SPPG Sebatik Timur. Dinkes meminta lokasi ini melakukan perbaikan total dan mendasar.
Menurut Miskia, SPPG Sebatik Timur memiliki masalah dengan pemenuhan standar Badan Gizi Nasional (BGN). Kelengkapan dan higienitas alat masak belum ideal. Begitu pula kebersihan dapur secara keseluruhan belum mencapai kriteria ideal BGN.
Kerawanan juga muncul dari ketiadaan tenaga profesional. Nihilnya ahli gizi di lokasi tersebut mempertanyakan kualitas penyediaan menu makan bergizi yang direkomendasikan.
“SPPG Sebatik Timur perlu melakukan perbaikan dan memastikan semua kelengkapan, alat-alat masak, hingga kebersihan, memenuhi standar BGN,” jelasnya. “Kalau sudah memenuhi standar, kami mengizinkan mereka buka lagi.”
Menanti Ketersediaan ‘Dapur Gizi’ Baru
Di sisi lain, SPPG Nunukan Barat menghentikan operasi karena adanya transisi internal. Yayasan Aisiyah Ruhama, yang sebelumnya menjadi mitra pengelola, kini bersiap membuka SPPG secara mandiri.
Proses pergantian mitra dan evaluasi ini diprediksi memakan waktu lama. Miskia mengaku tidak tahu pasti kapan SPPG ini akan beroperasi kembali.
“Proses evaluasi dan pergantian yayasan membutuhkan waktu sedikit lama,” harapnya. “Kami juga tidak tahu kapan mereka membukanya lagi. Semoga saja BGN segera memberikan kabar.”
Ironisnya, dari 21 Kecamatan di Kabupaten Nunukan, program MBG ini baru melayani lima kecamatan. Penutupan tiga SPPG ini otomatis memukul mundur upaya pemenuhan gizi anak sekolah di wilayah perbatasan. (Dzulviqor)
![]()







































